Mengenai Saya

Foto saya
Shio : Macan. Tenaga Specialist Surveillance Detection Team di Kedutaan Besar. Trainer Surveillance Detection Team di Kedutaan Besar Negara Asing. Pengajar part time masalah Surveillance Detection, observation techniques, Area and building Analysis, Traveling Analysis, Hostile surveillance Detection analysis di beberapa Kedutaan besar negara Asing, Hotel, Perusahaan Security. Bersedia bekerja sama dalam pelatihan surveillance Detection Team.. Business Intelligence and Security Intelligence Indonesia Private Investigator and Indonesia Private Detective service.. Membuat beberapa buku pegangan tentang Surveilance Detection dan Buku Kamus Mini Sureveillance Detection Inggris-Indonesia. Indonesia - Inggris. Member of Indonesian Citizen Reporter Association.

Sabtu, 27 November 2010

Bubarkan Satgas Hanya Jadi Panggung

Bambang Soesatyo: 

Bubarkan Satgas Hanya Jadi Panggung


Bambang Soesatyo: Bubarkan Satgas Hanya Jadi Panggung
Jakarta (ANTARA) - Anggota komisi III Dewan Perwakilan Rakyat Bambang Soesatyo mengatakan, Satgas Pemberantasan Mafia Hukum sebaiknya dibubarkan jika hanya digunakan sebagai panggung mencari popularitas dan ambisi pribadi.
"Jadi, kalau Satgas hanya dijadikan panggung untuk mencari popularitas dan ambisi pribadi, maka satgas PMH sesungguhnya telah menyimpang dari tujuannya. Jadi, sebaiknya dibubarkan saja," kata anggota komisi III DPR di Jakarta, Sabtu.
Menurut Bambang, selama ini ada beberapa tindakan yang tidak lazim dilakukan oleh Satgas. Ia mencontohkan, ketika Satgas menyebutkan, dari jumlah laporan yang masuk, institusi Polri menempati urutan teratas untuk kategori laporan mafia hukum.
Menurut Bambang hal itu membuat masyarakat bingung. Sebab, tindakan menunjuk hidung itu dirasakan tidak lazim.
"Kalau ingin konsisten memerangi mafia hukum, laporan atau informasi itu mestinya dirahasiakan dan diolah dulu untuk kemudian ditindaklanjuti, sebelum diumumkan ke publik," kata Bambang Soesatyo.
Contoh lain, tambah dia, kasus Gayus. Menurut Bambang jika Satgas independen dan berfungsi efektif, maka tak mungkin Gayus Tambunan bisa plesiran ke Bali.
Menurut dia, kasus kepergian Gayus ke Bali sangat mengusik rasa keadilan masyarakat.
"Jadi sangat beralasan bagi siapa saja untuk mempertanyakan efektivitas Satgas Pemberantasan Mafia Hukum. Menurut Bambang kasus Gayus terasa tidak logis, mengingat Gayus berstatus tahanan di Rumah Tahanan Markas Komando Brimob, Kelapa Dua, Depok, namun bisa leluasa keluar masuk rutan.
"Logika kita yang awam mengatakan sepak terjang Gayus yang demikian itu mestinya memotivasi Satgas untuk melakukan pengawasan maksimum atas Gayus," kata Bambang.
Ia menambahkan, jika saja Satgas melakukan pengawasan maksimum melalui koordinasi berkesinambungan dengan jajaran Polri, Gayus mestinya tak akan pernah bisa leluasa bepergian ke mana pun, termasuk ke Bali. Sekali pun untuk alasan berobat atau alasan keluarga yang sangat mendesak.
"Kalau kemudian terjadi kehebohan karena publik tahu Gayus leluasa dan bisa puluhan kali meninggalkan Rutan selama rentang waktu penahanannya yang terbilang masih seumur jagung, lalu apa yang sesungguhnya dicari Satgas PMH selama setahun ini ?," kata Bambang.
Selain itu, tambah Bambang, kasus Artalita, juga tidak jelas. Bahkan tambah Bambang dalam banyak hal ada kesan Satgas sekedar melaksanakan usaha pengalihan isu.
"Independensi Satgas-pun sering dipertanyakan. Dalam kasus Cicak versus Buaya yang memojokan Wakil Ketua KPK, Bibit-Chandra, publik dengan lantang menyuarakan aspirasinya bahwa mafia hukum berusaha memperlemah KPK. Dalam kasus ini, Satgas nyaris tak memberi sentuhan apa pun," kata Bambang.
Begitu juga tambahnya dalam skandal Bank Century. Satgas justru tak berbuat apa-apa ketika hampir semua penegak hukum tidak memberi respons yang layak terhadap skandal itu.
"Jadi, wajarlah jika kita bertanya apa sebenarnya orientasi Satgas ?," kata Bambang.
Menurut dia, pertanyaan itu wajar dimunculkan karena publik tidak tahu apa yang diperbuat Satgas terhadap ribuan laporan masyarakat. Hingga November 2010 ini, Satgas telah menerima 3.500 laporan dari masyarakat. Jumlah pengaduan terus meningkat.
Hingga Agustus 2010, jumlah laporan publik baru 2.877 laporan. Meliputi 314 laporan kasus tanah, tentang KKN 218 laporan, tentang penggelapan 157 laporan, tentang polisi 423 laporan, tentang pengadilan 392 laporan, dan tentang kejaksaan 240 laporan.
"Hanya sebatas itu informasi yang disosialisasikan Satgas PMH kepada publik. Tetapi seberapa jauh Satgas menindaklanjuti semua laporan itu tak pernah diketahui masyarakat," kata Bambang.
Akibatnya, tambah dia, publik tidak tahu bagaimana harus memaknai jumlah laporan itu. Itu sebabnya, relevan untuk mempertanyakan apa sesungguhnya fungsi dan tugas Satgas.
Ketidakjelasan itu tambahnya malah dirasakan sering mengganggu institusi-institusi penegak hukum lainnya, mengingat Satgas bertanggungjawab langsung kepada presiden.
Sumber :   Yaho News Indonesia, Sabtu , 27 Nopember 2010
                Yahoo.com./Antara

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan memberikan komentar, masukan yang sifatnya membangun blog ini.

Cari Blog Ini