Mengenai Saya

Foto saya
Shio : Macan. Tenaga Specialist Surveillance Detection Team di Kedutaan Besar. Trainer Surveillance Detection Team di Kedutaan Besar Negara Asing. Pengajar part time masalah Surveillance Detection, observation techniques, Area and building Analysis, Traveling Analysis, Hostile surveillance Detection analysis di beberapa Kedutaan besar negara Asing, Hotel, Perusahaan Security. Bersedia bekerja sama dalam pelatihan surveillance Detection Team.. Business Intelligence and Security Intelligence Indonesia Private Investigator and Indonesia Private Detective service.. Membuat beberapa buku pegangan tentang Surveilance Detection dan Buku Kamus Mini Sureveillance Detection Inggris-Indonesia. Indonesia - Inggris. Member of Indonesian Citizen Reporter Association.

Minggu, 11 Desember 2011

Walikota Bogor, Diani Budiarto anti Minoritas

SBY Diminta Turun Tangan Selesaikan Kasus Yasmin
Rabu, 30 November 2011 , 22:57:00 WIB
Laporan: Hendry Ginting


ILUSTRASI/IST

  
RMOL. Berlarut-larutnya penyelesaian pendirian rumah ibadah GKI Taman Yasmin pasca putusan nomor 127 PK/TUN/2009 pada 9 Desember 2010 tentang penolakan Mahkamah Agung atas Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan Pemkot Bogor semakin menegaskan ketidakberdayaan negara mengelola Indonesia sebagai negara hukum.

Demikian dikatakan Wakil Ketua Setara Institute, Bonar Tigor Naipospos kepada Rakyat Merdeka Online, di Jakarta (Rabu, 30/11).

Menurut dia, pembangkangan putusan Mahkamah Agung dan rekomendasi Komisi Yudisial adalah bukti nyata pengingkaran prinsip negara hukum. Padahal pada pertemuan terakhir,  Selasa 29 November 2011, antara jemaat GKI Yasmin dengan pimpinan dan anggota DPR RI, Ketua DPR RI Marzuki Ali mengharapkan diadakan musyawarah antara Pemkot Bogor dengan GKI Yasmin terkait keputusan Mahkamah Agung yang hingga kini belum dijalankan oleh Pemkot Bogor.

"Marzuki Ali berpendapat kalau keputusan-keputusan Mahkamah Agung yang sudah tetap itu bahkan diminta ulang untuk dinegosiasikan ulang dengan menempuh jalur musyawarah dan mufakat," ulas Tigor.

Dia menegaskan, negoisasi ulang dalam menyikapi putusan pengadilan tertinggi adalah kekeliruan cara pandang, yang justru akan melemahkan supremasi hukum dan preseden pengabaian putusan-putusan pengadilan. Pernyataan Marzuki Ali, betapapun itu sah, tapi membahayakan bagi penegakan hukum di negeri ini di masa yang akan datang.

"Bagi kami  kasus GKI Yasmin justru menjadi penentu apakah Indonesia adalah negara hukum atau negara kekuasaan yang disponsori oleh kelompok-kelompok tertentu. Jika kita lolos dari batu ujian ini, maka supremasi hukum dapat diselematkan," tegasnya.

Untuk menyelesaikan masalah tersebut, Setara Institute mendesak Presiden SBY  turun tangan dengan memerintahkan Walikota Bogor untuk mematuhi perintah dan putusan pengadilan.

"SBY harus memberikan teladan bagaimana hukum harus ditegakkan. Sekalipun Walikota memiliki otonomi, atas dasar bahwa persoalan keagamaan merupakan domain pemerintah pusat, Presiden dapat mengintervensi. Tidak cukup soal ini dipercayakan kepada Mendagri Gamawan Fauzi yang sebenarnya juga turut mendukung pembangkangan yang dilakukan oleh Walikota Bogor," demikian Tigor.[dem]

Baca juga:
Kiai Said Minta Hukum Ditegakkan dalam Masalah Gereja Yasmin
Selasa, 15 November 2011 , 20:38:00 WIB
Laporan: Samrut Lellolsima


KIAI SAID/IST

  

RMOL. Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) merekomenasikan agar permasalahan Gereja Kristen Indonesia (GKI) Yasmin, Bogor, Jawa Barat,  diselesaikan sesuai aturan hukum yang berlaku.

"Apapun keputusan hukum, itu yang harus dihormati, ditaati dan ditegakkan," kata Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj seusai menerima kedatangan rombongan Persekutuan Gereja-gereja Indonesia (PGI) dan pihak Gereja Yasmin, di kantor PBNU, Jakarta (Selasa, 15/11).

"Mereka tadi juga menyampaikan keluhan atas sikap Walikota Bogor, yang di media bilang sudah jalankan putusan MA, tapi ternyata belum. Mereka membawa buktinya," urai Kiai Said, sapaan Said Aqil Siradj.

Terlepas dari kedatangan rombongan PGI dan pihak Gereja Yasmin, Kiai Said sangat menyesalkan masih adanya praktik intoleransi. Itu diakuinya sebagai permasalahan bersama yang juga harus diselesaikan secara bersama-sama, baik Pemerintah maupun semua lapisan masyarakat.

"Memang masih ada mayoritas muslim yang tidak ramah terhadap minoritas non muslim. Tapi ada juga mayoritas non muslim yang kurang bisa menghargai minoritas muslim. Itu permasalahan kita sebagai sebuah bangsa yang harus diselesaikan bersama-sama," imbuh Kiai Said. [dem]

Maruarar Sirait Bawa Persoalan GKI Yasmin ke Paripurna DPR
Senin, 14 November 2011 , 15:29:00 WIB
Laporan: Yayan Sopyani Al Hadi


MARUARAR/IST

  

RMOL. Sikap walikota Bogor, Diani Budiarto, yang tidak juga mencabut pembekuan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) Gereja Kristen Indonesia (GKI) Taman Yasmin, Bogor, bukan hanya menuai kecaman. Pembangkangan hukum yang dilakukan Walikota Bogor terhadap putusan Mahkamah Agung (MA) ini pun dibawa ke sidang paripurna DPR.

Adalah Maruarar Sirait yang membawa hal ini ke paripurna. Dalam sidang paripurna, Ketua DPP PDI Perjuangan bidang Pemuda dan Olahraga ini interupsi dan meminta pimpinan DPR segera mendesak pemerintah untuk menindak Diani.

"Kota Bogor itu bagian dan tidak terpisahkan dari NKRI. Maka sebagai negara hukum, walikota Bogor harus tunduk dan taat pada putusan MA," tegas Maruarar usai sidang Paripurna kepada Rakyat Merdeka Online (Senin, 14/11).

Menurut Ara, panggilan akrab Maruarar, kebijakan Diani ini bisa mengancam dan membahayakan keutuhan NKRI.  Padahal semua warga negara Indonesia, baik di tingkat pusat maupun di daerah, harus tunduk pada Pancasila, sebagai induk dari segala hukum di Indonesia.

Ara juga memastikan bahwa PDI Perjuangan sudah menarik dukungan pada Diani. Ara bangga karena perjuangan menegakkan Pancasila dan kebhinekaan bukan saja didukung oleh lintas fraksi di DPR, tapi juga didukung oleh kelompok civil society. Hal ini membawa harapan bahwa semua pihak masih mau menegakkan Pancasila di bumi nusantara. [ysa]

Golkar Desak Menteri Gamawan Fauzi dan Menteri Suryadharma Ali Tuntaskan Kasus GKI Yasmin
Minggu, 06 November 2011 , 19:11:00 WIB
Laporan: Yayan Sopyani Al Hadi


ADE KOMARUDDIN/IST

  

RMOL. Sebagai pemegang instrumen negara, pemerintah bertanggungjawab melindungi setiap warga negara dari segala ancaman dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Pemerintah juga memiliki hak memaksa agar setiap warga negara tunduk kepada konstitusi negara dan menjunjung tinggi supremasi hukum.

"Sehingga masyarakat terbiasa untuk mentaati hukum sebagai acuan penyelesaian setiap masalah yang berkembang di masyarakat," kata Ketua DPP Golkar, Ade Komarudin, saat berbincang dengan Rakyat Merdeka Online, menyikapi sikap Walikota Bogor, Diani Budiarto, yang tidak juga mencabut pembekuan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) Gereja Kristen Indonesia (GKI) Taman Yasmin, Bogor, padahal sudah diputuskan oleh Mahkamah Agung (Minggu, 6/11).

Menurut Ade Komarudin, perbedaan keyakinan tidak boleh dijadikan dasar untuk bertindak sewenang-wenang dan melakukan kekerasan yang menempatkan minoritas sebagai korban, dan tidak ada pula agama mayoritas yang mendapatkan privilege (hak istimewa). Semua agama diposisikan sejajar dan setiap pemeluk agama diharuskan utuk saling menghormati.

Ade yakin bila pemerintah tidak segera menyelesaikan kasus GKI Yasmin, maka Indonesia menghadapi disintegrasi yang sangat serius. Indonesia juga akan terancam sebagai negara gagal (failed states) dari sebuah negara bangsa (nation state).

Kerena itu, lanjut Ade, DPP Partai Golkar mendesak Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi dan Menteri Agama Suryadharma Ali untuk segera mengambil alih persoalan perampasan hak beribadah dan mendirikan rumah ibadah bagi GKI Taman Yasmin. Sebab kegagalan menyelesaikan kasus ini merupakan kegagalan negara dalam merawat pluralisme dan tolerasi antar sesama pemeluk agama, sekaligus kegagalan negara dalam mengawal empat pilar hidup berbangsa.

"Karena kasus Yasmin hanyalah salah satu dari ratusan kasus serupa di Indonesia yang terjadi dalam beberapa tahun terakhir," demikian Ade. [ysa] 

GKI YASMIN
DPP Golkar Instruksikan Kader di Bogor Gunakan Hak Interpelasi
Minggu, 06 November 2011 , 18:16:00 WIB
Laporan: Yayan Sopyani Al Hadi


ADE KOMARUDIN/IST

  

RMOL. Walikota Bogor, Diani Budiarto, tidak juga mencabut pembekuan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) Gereja Kristen Indonesia (GKI) Taman Yasmin, Bogor. Pembangkangan hukum yang dilakukan Walikota Bogor terhadap putusan Mahkamah Agung (MA) ini pun terus menuai kecaman.

DPP Golkar termasuk pihak yang mengecam tindakan Diani ini. DPP Golkar pun meminta DPD Golkar Jawa Barat dan DPD Golkar Bogor untuk segera mengambil langkah konstitusional untuk menyelesaikan masalah tersebut, tidak terkecuali mencabut dukungan dan menggalang Hak Interpelasi kepada Diani.

"Pembangkangan hukum yang dilakukan Walikota Bogor bukan saja menjadi preseden buruk bagi penegakan hukum, tapi juga merusak wibawa MA benteng terakhir keadilan. Apalagi putusan MA tertanggal 9 Desember 2010 itu secara tegas meminta mencabut pembekuan IMB GKI Yasmin," kata Ketua DPP Golkar, Ade Komaruddin, kepada Rakyat Merdeka Online beberapa saat lalu (Minggu, 6/11).

Sekretaris Fraksi Golkar ini yakin, bila masalah ini tidak diselesaikan secara tuntas, maka sangat berpotensi memicu konflik horizontal di masyarakat Bogor. Karena itu sikap arogan Diani tidak boleh dibiarkan. Apalagi Diani juga jelas-jelas mengabaikan tolerasi dan kerukunan antar umat beragama sebagaimana dijamin dalam UUD 1945 pasal 29 ayat 2, yang menyebutkan bahwa negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.

Kata Ade, perbuatan melawan hukum yang dilakukan Diani bukan saja menodai komitmen negara untuk saling menghormati setiap orang dalam menjalankan kebebasannya, sebagaimana prinsip kebebasan beragama yang diatur UU No 39/1999 tentang HAM. Perbuatan Diani juga jelas-jelas melanggar Konvenan Internasional tentang hak-hak sipil dan politik yang telah diratifikasi menjadi UU No. 12/2005. [ysa]

Romo Benny: RUU Kerukunan Suburkan Aksi Intoleran terhadap Agama Minoritas
Minggu, 13 November 2011 , 21:04:00 WIB
Laporan: Ihsan Dalimunthe


ROMO BENNY/IST

  

RMOL. Rancangan Undang-undang (RUU) Kerukunan yang tengah digodok Komisi VIII DPR RI, berpotensi menyuburkan aksi intoleransi terhadap kelompok-kelompok agama minoritas apabila disahkan.

Demikian disampaikan tokoh agama dan pluralisme, Romo Benny Susetyo kepada Rakyat Merdeka Online saat menyiapkan perayaan hari toleransi internasional di Warung Darmin (Minggu, 13/11).

Menurutnya, RUU Kerukunan yang mengatur aktivitas masyarakat dengan mengkotak-kotakkannya berdasarkan agama-agama yang diakui oleh Pemerintah saja dapat memicu tindakan intoleransi terutama diskriminasi terhadap kelompok minoritas.

"Mereka memproduksi diskriminasi, karena diatur orang hidup dalam agamanya sendiri. Mengatur pendirian rumah agama, pemakaman, yang secara alamiah dapat berlangsung sendiri," kata Romo Benny.

RUU Kerukunan, lanjutnya, tidak menjawab persoalan utama maraknya tindak kekerasan dan diskriminasi yang dilakukan oleh kelompok mayoritas kepada kelompok minoritas. Dipastikan, kelompok minoritas akan selalu mendapat perlakuan diskriminatif.

Persoalan kekerasan kelompok mayoritas terhadap kelompok minoritas, tambahnya, disebabkan karena Pemerintah tidak mampu menegakkan hukum dengan baik. "Ini semua karena Pemerintah tidak menegakkan hukum," tuturnya. [dem]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan memberikan komentar, masukan yang sifatnya membangun blog ini.

Cari Blog Ini