ISLAMTOLERAN.COM, Bekasi- Azan zuhur berkumandang dari
Masjid Al Jauhar milik Yayasan Pendidikan Fisabilillah (YASFI) berlokasi
di Kampung Sawah, Kelurahan Jati Murni, Kecamatan Pondok Melati, Kota
Bekasi, Jawa Barat, Kamis pekan lalu. Dalam waktu hampir bersamaan,
dentang lonceng terdengar dari belakang masjid. Sekitar 200 meter dari
sana berdiri Gereja Kristen Pasundan.
"Lonceng bunyi, kita di sini azan, sudah menjadi hal biasa," ujar
pendiri YASFI Rahmadin Afif saat berbincang dengan merdeka.com di
rumahnya. Suasana seperti itu di Kampung Sawah sudah terjadi sejak zaman
Belanda. Meski berbeda agama, kerukunan antara umat Nasrani dan Islam
dapat tercipta begitu kuat.
Rahmadin mengakui toleransi antar umat beragama telah mengakar di sana.
Ini lantaran setiap orang terikat identitas sama, yakni penduduk Kampung
Sawah. "Karena masih satu keturunan, bahasanya sama dan penduduk asli,
jadi kita tidak ada masalah. Saling menghormati dan menghargai,"
katanya.
Untuk menjaga dan meningkatkan komunikasi antar penganut agama terdapat
wadah bernama Paguyuban Umat Beragama (PUB). Lembaga ini digunakan warga
untuk kegiatan sosial kemasyarakatan di Kecamatan Pondok Melati,
khususnya di Kampung Sawah. "Pengurusnya dari Islam, Katolik, Protestan,
Hindu, Buddha. Jadi (kegiatan) sifatnya sosial, tidak ada hubungannya
dengan akidah," tuturnya.
Sekretaris Kelurahan Jati Murni Mohamad Ali menjelaskan kadang warga
dari masing-masing agama saling bertukar makanan saat hari raya
tertentu. Dia mencontohkan saat Natal jemaat Nasrani memberi makanan
kepada orang Islam. Begitu juga sebaliknya, orang Islam berbagi hal
serupa atau istilahnya balikin rantang.
Alhasil, suasana kehidupan beragama di Kampung Sawah berjalan kondusif.
Bahkan mereka saling menjaga keamanan dan ketertiban saat tiap penganut
agama beribadah. Misalnya kalau Natal ada organisasi kemasyarakatan
Islam menjaga parkir jemaat Nasrani. Begitu pula sebaliknya ketika Idul
Fitri. "Itu berjalan alami dan tanpa dikomandoi," kata Ali.
Jacobus Napiun, pengurus PUB Pondok Melati, membenarkan fakta itu.
Lelaki asli Kampung Sawah ini bahkan berani bertaruh identitas semacam
itu tidak ada di daerah lain. "Tradisi Kampung Sawah bukan produk dari
generasi sekarang, melainkan sejak nenek moyang kami," ucapnya.
Kebiasaan ini tidak hanya dijalankan oleh orang asli dan keturunannya.
Warga pendatang diwajibkan mengikuti tradisi Kampung Sawah dan tidak
boleh memaksakan kebiasaan daerah asalnya. "Kalau orang datang dan sudah
minum air Kampung Sawah maka dia harus menjadi orang Kampung Sawah."
( merdeka.com)
sumber : http://www.islamtoleran.com/2014/06/toleransi-umat-beragama-di-kampung.html
sumber : http://www.islamtoleran.com/2014/06/toleransi-umat-beragama-di-kampung.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan memberikan komentar, masukan yang sifatnya membangun blog ini.