Oleh : Alboin Pangaribuan, SE
Dalam tata cara
adat dalam pernikahan Batak secara garis
besar mempunyai urut-urutan
( adat na gok ) adalah sbb:
1. Mangarisika/ Perekenalan dan bertunangan.
Dalam hal
ini pihak pria melakukan kunjungan tidak resmi ke rumah wanita dalam rangka
penjajakan atau perkenalan pihak keluarga pria kepada orang tua wanita,
biasanya diutus dua atau tiga orang dari pihak pria. Jika pihak wanita terbuka
untuk menerima peminangan maka pihak orang tua pria memberikan tanda kasih (tanda
holong dan pihak wanita memberi tanda mata) berupa kain, cincin
emas, dan lain-lain.
2. Marhori-hori Dinding/Marhusip
Marhusip (terjemahan: berbisik), marhusip
bukan dalam artian pihak pria dan pihak wanita berbisik-bisik. Akan tetapi
pembicaraan antara kedua belah pihak yang melamar dan yang dilamar, terbatas
dalam hubungan kerabat terdekat dan belum diketahui oleh umum. Tahap ini adalah
kelanjutan dari mangarisika, yaitu acara bertamu antara orang tua serta
kerabat pria kepada orang tua serta kerabat wanita.
Akan tetapi
akhir-akhir ini acara Marhori hori Dinding terkadang tidak hanya menjajaki lagi namun
sudah langsung membicarakan hal-hal pokok seperti berapa besarnya nilai Mas
Kawin / sinamot yang akan diberikan pihak pria kepada pihak perempuan tersebut,
tempat Pesta Pernikahan, hanya saja pembicaraan ini belum bersifat resmi.
3. Marhata Sinamot ( membicarakan uang mahar)
Sinamot
adalah tuhor ni boru, dalam adat Batak, pihak pria “membeli” wanita yang
akan jadi istrinya dari calon mertua. Jumlah sinamot yang akan
dibayarkan pria kepada pihak wanita dibicarakan dalam acara ini, sebelum
membicarakan jumlah sinamot, terlebih dahulu acara makan bersama yang
dihadiri beberapa orang pihak pria dan wanita. Acara ini dilakukan di rumah
kaum wanita, pihak pria (tanpa pengantin) datang ke rumah wanita membawa juhut/daging
dan makanan untuk dimakan bersama. Setelah makan bersama dilanjutkan dengan
pembagian Jambar Juhut (daging) kepada anggota kerabat, yang terdiri
dari :
1. Kerabat marga ibu (hula-hula)
2. Kerabat marga ayah (dongan tubu)
4. Pengetuai (orang-orang tua)/pariban
5. Diakhir kegiatan Pudun Saut (simpul yg baik) maka
pihak keluarga wanita dan pria
bersepakat
menentukan waktu Martumpol dan
Pamasu-masuon.
Dalam acara ini ada beberapa hal pokok yang
dibicarakan yaitu:
1.
Sinamot.(Mahar)
2. Ulos (Kain tetnunan tradisional batak yg biasa diberikan
hula-hula kepada boru nya)
3.
Parjuhut dan Jambar (ternak yang disembelih untuk dijadikan lauk pauk pada
pesta)
4. Jumlah undangan
6. Tanggal dan tempat pesta.
7. Tatacara adat
4. Martumpol
(baca : martuppol)
Acara ini adalah penanda-tanganan persetujuan
pernikahan oleh orang tua kedua belah pihak atas rencana perkawinan anak-anak
mereka dihadapan pejabat gereja. Martumpol
dilakukan biasanya dua minggu sebelum pesta pernikahan. Dalam acara
ini kedua pengantin ikut hadir serta anggota keluarga ke Gereja. Selanjutnya
pejabat gereja mewartakan rencana pernikahan dari kedua mempelai melalui warta
jemaat, yang biasa disebut dengan Tingting (baca : tikting) seperti
pemberitahuan bahwa kedua belah pihak akan menikah. Tingting harus
dilakukan dua kali hari minggu berturut-turut, setelah dua kali tingting tidak
ada gugatan dari pihak lain baru dapat dilanjutkan dengan pemberkatan nikah
(pamasu-masuon).
5. Martonggo Raja atau Maria Raja.
Martonggo
raja adalah suatu kegiatan pra pesta/acara yang bersifat seremonial yang mutlak
diselenggarakan oleh penyelenggara pesta/acara yang bertujuan untuk
empersiapkan kepentingan pesta/acara yang bersifat teknis dan non teknis, dalam
acara ini biasanya dihadiri oleh teman satu kampung, dongan tubu (saudara).
Pihak hasuhuton (tuan rumah) memohon izin pada masyarakat sekitar
terutama dongan sahuta (temansekampung) untuk mebantu mepersiapkan acara
dan penggunaan fasilitas umum pada pesta yang telah direncanakan.
6. Manjalo Pasu-pasu Parbagason (Pemberkatan
Pernikahan)
Pemberkatan
pernikahan kedua mempelai dilakukan di Gereja oleh Pendeta, setelah pemberkatan
pernikahan selesai maka kedua mempelai sudah sah sebagai suami-istri menurut
gereja. Setelah pemberkatan dari Gereja selesai, kemudian kedua belah pihak
pulang ke rumah untuk mengadakan acara adat Batak dimana pesta ini dihadiri
oleh seluruh undangan dari pihak pria dan wanita.
7. Pesta Unjuk
(Pesta Perkawinan)
Setelah
selesai pemberkatan dari Gereja, kedua mempelai juga menerima pemberkatan dari
adat yaitu dari seluruh keluarga khusus kedua orang tua. Dalam pesta adat
inilah disampaikan doa-doa bagi kedua mempelai yang diwakili dengan pemberian
ulos. Kemudian dilakukan pembagian jambar (jatah) berupa daging dan juga uang
yaitu:
1. Jambar
yang dibagi-bagikan untuk pihak wanita adalah jambar juhut (daging) dan jambar
uang (tuhor ni boru) dibagi menurut peraturan.
2. Jambar
yang dibagi-bagikan bagi pihak pria adalah dengke (baca : dekke/ ikan mas
arsik) dan ulos yang dibagi menurut peraturan. Pesta Unjuk ini diakhiri dengan
membawa pulang pengantin ke rumah paranak.
8. Mangihut di ampang (dialap jual)
Dialap Jual
artinya jika pesta pernikahan diadakan
di kediaman kaum wanita, maka dilakukanlah acara membawa mempelai wanita ke
tempat mempelai pria.
9. Ditaruhon Jual.
Jika pesta
untuk pernikahan itu dilakukan di rumah
mempelai pria, maka mempelai wanita dibolehkan pulang ke tempat orang
tuanya untuk kemudian diantar lagi oleh para namborunya ke tempat namborunya.
Dalam hal ini paranak wajib memberikan upa manaru (upah mengantar), sedang
dalam dialap jual upa manaru tidak dikenal.
10. Paulak Unea
a. Seminggu setelah pesta adat dan wanita tinggal
bersama dengan suaminya, maka pihak pria, minimum pengantin pria bersama
istrinya pergi ke rumah mertuanya untuk menyatakan terima kasih atas
berjalannya acara pernikahan dengan baik, terutama keadaan baik pengantin
wanita pada masa lajangnya (acara ini lebih bersifat aspek hukum berkaitan
dengan kesucian si wanita sampai ia masuk di dalam pernikahan).
b. Setelah selesai acara paulak une, paranak kembali ke
kampung halamannya/rumahnya dan selanjutnya memulai hidup baru.
11. Manjae
Setelah
beberapa lama pengantin pria dan wanita menjalani hidup berumah tangga (kalau
pria tersebut bukan anak bungsu), maka ia akan dipajae, yaitu dipisah rumah
(tempat tinggal) dan mata pencarian. Biasanya anak paling bungsu mewarisi rumah
orang tuanya.
12. Maningkir Tangga (baca: manikkir tangga)
Setelah
pengantin manjae atau tinggal di rumah mereka, maka orang tua serta
keluarga pengantin datang untuk mengunjungi rumah mereka, dan diadakan makan
bersama.
Demikianlah sedkit tatcara adat istiadat
orang batak dalam acara pernikahan,
yang juga disebut dengan Adat
na gok. Namun tetapi akhir-akhir ini tidak semua lagi urutan ini
dilakukan seperti terebut diatas, terutama bagi orang-orang suku Batak yang
tinggal diperantauan.