Mengenai Saya

Foto saya
Shio : Macan. Tenaga Specialist Surveillance Detection Team di Kedutaan Besar. Trainer Surveillance Detection Team di Kedutaan Besar Negara Asing. Pengajar part time masalah Surveillance Detection, observation techniques, Area and building Analysis, Traveling Analysis, Hostile surveillance Detection analysis di beberapa Kedutaan besar negara Asing, Hotel, Perusahaan Security. Bersedia bekerja sama dalam pelatihan surveillance Detection Team.. Business Intelligence and Security Intelligence Indonesia Private Investigator and Indonesia Private Detective service.. Membuat beberapa buku pegangan tentang Surveilance Detection dan Buku Kamus Mini Sureveillance Detection Inggris-Indonesia. Indonesia - Inggris. Member of Indonesian Citizen Reporter Association.

Rabu, 09 Juli 2014

Polri Acak-acak Minoritas


18 Juni 2014 13:18  dibaca: 4014

Share
antara / dok
Aparat Kepolisian Polda DIY melakukan penjagaan di rumah Direktur Galang Press Julius Felicianus yang dirusak oleh sejumlah orang di Perumahan STIE YKPN B7 Tanjungsari, Sukoharjo, Sleman, Kamis (29/5) malam. Pengerusakan tersebut dilakukan oleh sejumlah kelompok ormas pada saat berlangsungnya ibadah doa Rosario di rumah Julius Felicianus.
Negara gagal dan menyerah kepada kelompok-kelompok intoleran.
JAKARTA - Ketua Badan Pengurus Setara Institute, Hendardi, menilai tindakan Polri menersangkakan Pendeta Nico Lomboan, pemilik rumah yang diserang sejumlah orang di Pangukan, Sleman, Yogyakarta, karena melakukan ibadah di rumahnya tak masuk akal.

Hal itu menunjukkan Polri tidak melindungi minoritas, tetapi ikut mengacak-acaknya atas nama mayoritas. “Ini kebiasaan cara pandang dan cara bertindak polisi dalam menangani soal-soal kebebasan beragama,” kata Hendardi kepada SH di Jakarta, Selasa (17/6).

Alih-alih menindak pelaku kekerasan yang main hakim sendiri, Polri malah berbelok arah dengan urusan administrasi pendirian rumah ibadah. Polri, kata Hendardi, saat ini tidak sedang merawat kebebasan beragama, tetapi atas nama mayoritas sedang ikut mengacak-acak keberagaman.

“Polisi telah menghindar dari tugas utamanya yang justru harus merawat kebinekaan dan melindungi minoritas dari mayoritas sebagaimana hakiki dari HAM dan demokrasi,” tuturnya.

Terpisah, anggota Komnas HAM, Natalius Pigay, mengutuk keras sikap pihak kepolisian tersebut. Tindakan Polri tersebut menunjukkan negara gagal dan menyerah kepada kelompok-kelompok intoleran. “Saya sudah pengalaman kasus yang seperti ini. Biasanya kelompok-kelompok intoleran yang sudah jadi tersangka, mendesak polisi juga menersangkakan pihak lain," ujarnya.

Menurutnya, masalah izin rumah ibadah, seharusnya tidak serta-merta diselesaikan dengan proses pidana. Kepolisian seharusnya bisa menyelesaikan dengan cara persuasif. Penanganan pelanggaran izin penggunaan bangunan untuk rumah ibadah seharusnya juga tidak berdasarkan kasus yang muncul.

Jika polisi mau adil, mereka juga harus memeriksa perizinan seluruh rumah ibadah. "Kalau hanya setiap ada insiden baru diperiksa, itu namanya diskrimantif, apalagi jika langsung melakukan proses hukum pidana,” ucapnya.

Terhadap kelompok penyerang, kata Natalius, sudah tepat polisi menetapkan mereka sebagai tersangka. Namun, sangat janggal jika korban penyerangan yang rumahnya dirusak masa intoleran, secara cepat langsung ditetapkan sebagai tersangka. Rumah Pendeta Nico Lomboan di Sleman, Yogyakarta, 1 Juni diserang sekelompok massa dan melakukan berbagai perusakan.

Isu SARA
Secara terpisah, politikus PDIP, Eva Kusuma Sundari mengatakan, menyeruaknya isu SARA yang menyerang capres Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK) belakangan ini karena lawan politik tidak mampu berargumen tentang visi dan misi. Mengedepankan isu SARA dalam berpolitik, menurutnya, merupakan kemunduran dalam demokrasi.

Direktur Eksekutif Serikat Perusahaan Pers (SPS) Pusat, Asmono Wikan menegaskan, tabloid Obor Rakyat yang seluruh isinya fitnah terhadap Jokowi hanya diterbitkan untuk tujuan politik dari penyandang dana atau investor.

"Sasaran tembak media ini sebenarnya politis. Tidak ada investor yang mau menghabiskan uang dalam jumlah besar tanpa tujuan pasar. Kalkulasi tabloid Obor Rakyat jelas bukan kalkulasi bisnis, melainkan kalkulasi politik," katanya.

Pada bagian lain, Kepala Biro Penerangan Masyarakat Mabes Polri, Brigjen Boy Raffi Amar mengatakan, kepolisian akan membahas laporan tim hukum Jokowi-Kalla atas tabloid Obor Rakyat bersama Dewan Pers. "Karena mengandung kegiatan jurnalistik," katanya.

Selain laporan terkait tabloid Obor Rakyat, kata Boy, Mabes Polri akan menindaklanjuti laporan lainnya yang telah disampaikan tim hukum Jokowi-Kalla.

Dia mengatakan, dua kasus lainnya yang akan ditindaklanjuti terkait surat palsu Jokowi ke Kejaksaan Agung dan kasus pencemaran nama baik Jokowi yang diduga dilakukan salah satu tim sukses Prabowo Subianto-Hatta Rajasa. (Ruhut Ambarita/Vidi Batlolone)

Sumber : Sinar Harapan
http://sinarharapan.co/news/read/140618191/Polri-Acak-acak-Minoritas

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan memberikan komentar, masukan yang sifatnya membangun blog ini.

Cari Blog Ini