Jum'at, 18 Januari 2013 , 09:53:00 WIB
Hitungan Markas Besar TNI jumlah tersebut mengalami peningkatan dibandingkan tahun lalu sebesar 1.109 prajurit. “Tahun ini bertambah sebanyak 14 kasus,” kata Panglima TNI Agus Suhartono dalam Pembukaan Gelar Operasi Penegakan Ketertiban dan Yustisi TNI di Markas Besar TNI, Rabu lalu.
Operasi Cakra Bhakti merupakan nama sandi upaya penegakan hukum yang dilakukan secara rutin. Tujuannya mencegah terjadinya pelanggaran serta perbuatan melawan hukum yang dilakukan prajurit TNI.
“Pelaksanaannya bisa mandiri maupun gabungan di wilayah hukum masing-masing dengan melibatkan Pomad, Pomal, Pomau dan dibantu Satuan Provost Polri,” terangnya.
Untuk Operasi Cakra Bhakti TNI pada tahun ini akan melibatkan 1.389 personel, terdiri dari Mabes TNI 57 personel, TNI AD 281 personel, TNI AL 281 personel, TNI AU 281 personel, serta panitia dan pendukung sebanyak 294 personel.
Menurutnya, seorang prajurit tidak hanya harus profesional, melainkan juga mempunyai moralitas tinggi dan patuh pada hukum. Dengan demikian tidak ada alasan bagi prajurit untuk disiplin. “Sudah dapat remunerasi dan gaji serta fasilitas, seharusnya tak ada alasan melanggar aturan,” tegasnya.
Dikatakan, efek media informasi dan globalisasi berpengaruh cukup luas pada pemahaman masing-masing prajurit tentang disiplin. “Apa yang masuk langsung diterima para prajurit. Apalagi mereka punya pemahaman masing-masing. Ke depan, semoga kedisiplinan prajurit bisa ditingkatkan,” harapnya.
Selain desersi, pada 2012 juga terjadi beragam kasus. Misalnya, pelanggaran disiplin murni, lalu lintas, asusila dan narkoba (Lengkapnya baca tabel).
Lalu bagaimana dengan penegakan disiplin Anggota TNI di daerah? Komandan Polisi Militer Kodam IV Diponegoro Kolonel CPM Sudirman mengatakan, pelaksanaan Operasi Penegakan Hukum dan Tata Tertib (Gaktib) TNI yang digelar Polisi Militer sangat efektif untuk menekan angka pelanggaran di kalangan prajurit TNI AD. Buktinya, angka pelanggaran yang terjadi di jajaran Kodam IV Diponegoro, Semarang-Jawa Tengah mengalami penurunan. “Ada penurunan indeks kasus atau pelanggaran di tahun 2012 sekitar 27,6 persen,” katanya.
Dikatakan, penuntasan proses hukum kasus di 2012 sebanyak 155 kasus. Sisanya, 2 kasus akan diselesaikan pada tahun ini. Pelanggaran tertinggi yang dilakukan anggota TNI AD di wilayah Kodam IV Diponegoro masih didominasi kasus disersi.
Khusus untuk kasus disersi tahun 2011 ada 46 kasus, sedang pada 2012 turun menjadi 39 kasus. Sementara pelanggaran lainnya adalah kedisiplinan berlalu lintas. Pada 2011 terdapat 25 kasus, dan 2012 turun menjadi 23 kasus.
“Selain menggalakkan operasi Gaktib, peningkatan pembinaan prajurit yang dilakukan di satuan masing-masing para komandan satuan adalah kunci untuk memperkecil angka pelanggaran,” jelasnya.
Dalam operasi Gaktib yang akan digelar sepanjang tahun ini, sasarannya adalah anggota TNI AD yang terlibat pembackingan, pengguna & pengedar narkoba, perjudian & curanmor, desersi, perkelahian massal & penganiayaan serta pelanggaran pidana maupun tata tertib lainnya.
Terkait Pemilukada Jawa Tengah Mei mendatang yang terdapat calon-calon dari bekas TNI, Danpomdam IV tetap menjunjung tinggi instruksi komando atas untuk menjaga netralitas.
Perlu Diketahui Rekam Jejaknya
TB Hasanuddin, Wakil Ketua Komisi I DPR
Meninggalkan tugas dinas militer atau disersi merupakan tindakan yang memalukan bagi seorang prajurit TNI.
“Kalau jumlahnya seribu, itu hampir setara satu setengah batalyon. Hal tersebut menunjukkan tingkat penerapan disiplin yang lemah.”
Kondisi itu terjadi akibat rekrutmen calon anggota TNI tidak dilakukan secara menyeluruh. Dalam proses rekrutmen, Mabes TNI hanya melakukan tes fisik, ideologi, dan akademik. Bila TNI ingin lebih serius mengantisipasi prajurit desersi, seharusnya dilakukan tes analisa lingkungan.
“Untuk mengetahui rekam jejaknya, lakukan cek ke tempat tinggalnya, lingkungan, sekolah. Bagaimana sikap calon prajurit itu. Apakah mereka memiliki catatan kriminal atau pelanggaran norma-norma di dalam masyarakat atau tidak.”
Selain itu banyaknya perilaku desersi dan kriminal di kalangan prajurit TNI disebabkan pembinaan yang lemah. Selama ini sistem pembinaan yang dilakukan para perwira tidak efektif dan efisien. “Dua masalah utama itulah yang menjadi penyebab utama perilaku desersi dan kriminal anggota TNI.”
Karena Faktor Ekonomi Ada Yang Jadi Pengojek
Endriartono Sutarto, Bekas Panglima TNI
Berbagai macam alasan anggota TNI melakukan desersi dan pelanggaran hukum. Paling banyak adalah faktor ekonomi. Bahkan ada prajurit yang rela menjadi pekerja serabutan seperti menjadi tukang ojek dan supir angkot untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya.
“Di zaman kepemimpinan saya, kesejahteraan TNI belum terjamin. Pilihan mengojek dan menyupir terpaksa diizinkan atasan demi mencukupi kebutuhan hidup, asal tidak melanggar hukum dan tugas.”
Sedangkan, pada zaman konflik di Ambon dan GAM di Aceh, beberapa prajurit juga melakukan desersi dan pelanggaran dengan alasan menjaga keamanan keluarga dan membalas dendam, karena ada anggota keluarganya yang tewas dalam konflik tersebut.
Berdasarkan pengalaman, perilaku desersi prajurit dipengaruhi pergaulan kawan-kawan di luar prajurit. Mereka terpengaruh dan merasa iri dengan kebebasan yang dimiliki temannya. Selanjutnya, lari dan meninggalkan tugas karena tidak tahan dengan disiplin dunia militer. “Mentalnya prajurit seperti itu, sangat cengeng.”
Saat ini dengan perhatian yang diberikan kepada TNI, kesejahteraan para prajurit lebih terjamin. Kebijakan kenaikan remunerasi sudah mencukupi kebutuhan hidup prajurit TNI dan keluarganya selama satu bulan. Harapannya tidak ada lagi prajurit yang melakukan desersi atau melakukan tindakan kriminal hanya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Meski kesejahteraan hidup prajurit jauh lebih baik, tapi, buktinya masih saja ada prajurit yang menyalahgunakan wewenang dengan melakukan kriminal dan meninggalkan tugas dinasnya. Bahkan ada yang mengkonsumsi dan mengedarkan narkoba.
“Kebanyakan mereka yang menyalahgunakan penggunaan narkoba adalah prajurit-prajurit muda akibat pergaulan yang salah. Kalau sudah kecanduan, maka gaji yang diperoleh tidak akan cukup memenuhi kebutuhan konsumsi narkoba.”
Celakanya, gaji yang didapat tidak mencukupi membeli narkoba, maka pilihan terakhir terpaksa menjadi pengedar. “Tapi prajurit yang semacam ini jumlahnya sangat sedikit.”
Prajurit yang mengkonsumsi dan mengedarkan narkoba dapat dipastikan akan memiliki masa depan suram karena akan habis dibalik penjara. “Itu resiko yang harus ditanggung prajurit. Mati atau masuk penjara.”
Kondisi tersebut harus menjadi perhatian para pimpinan TNI. Sebab, bagaimanapun TNI merupakan salah satu contoh tauladan, bukan malah ikut merusak moral.” [Harian Rakyat Merdeka]
sumber: http://www.rmol.co/read/2013/01/18/94624/Operasi-Cakra-Bhakti-TNI-Jaring-1.123-Prajurit-Desersi-
Saat proses rekrutmen, Mabes TNI selain melakukan tes fisik, ideologi, dan akademik, sebaiknya juga harus mengecek track record selama disekolah almamaternya, dan lingkungan tempat tinggal nya.
BalasHapus