Mengenai Saya

Foto saya
Shio : Macan. Tenaga Specialist Surveillance Detection Team di Kedutaan Besar. Trainer Surveillance Detection Team di Kedutaan Besar Negara Asing. Pengajar part time masalah Surveillance Detection, observation techniques, Area and building Analysis, Traveling Analysis, Hostile surveillance Detection analysis di beberapa Kedutaan besar negara Asing, Hotel, Perusahaan Security. Bersedia bekerja sama dalam pelatihan surveillance Detection Team.. Business Intelligence and Security Intelligence Indonesia Private Investigator and Indonesia Private Detective service.. Membuat beberapa buku pegangan tentang Surveilance Detection dan Buku Kamus Mini Sureveillance Detection Inggris-Indonesia. Indonesia - Inggris. Member of Indonesian Citizen Reporter Association.

Senin, 02 Juni 2014

AJI Yogyakarta Kecam Kekerasan Atas Nama Agama

AJI Yogyakarta Kecam Kekerasan Atas Nama Agama
Jumat, 30 Mei 2014 | 21:55
[YOGYAKARTA] Yogyakarta kini menjadi kota yang berbahaya bagi kebebasan umat beragama serta keamanan pekerja pers. Penyerangan brutal sekelompok masyarakat dalam acara kebaktian Rosario di rumah milik Julius Felicianus di Perum YKPN Jogja, Kamis (29/5) malam adalah fakta paling nyata bagaimana kebebasan beragama yang dilindungi UU dapat dengan mudah diberangus oleh sekelompok masyarakat yang mengatasnamakan agama.

Dalam siaran pers Ketua AJI Yogyakarta Hendrawan Setiawan dan Divisi Advokasi AJI Yogyakarta Bhekti Suryani, yang diterima SP di Jakarta, Jumat (30/5) mengatakan, insiden itu menambah panjang daftar ancaman kebebasan beragama di Jogja setelah konflik beragama paling anyar di Gunungkidul padap erayaan Paskah beberapa waktu lalu.

Tindakan brutal dan melanggarhukum itu bermula saat digelarnya kebaktian Rosario di rumah Julianus Felicianus di Perum YKPN Jogja Kamis (29/5) malam. Sekitar Pukul 20.00WIB, acara yang lazim dilakukan umat Katolik itu tiba-tiba diserangs ekelompok orang berjumlah sekitar 8-10 orang.

Mereka merusak rumah tempat acara berlangsung. Saat itulah, Wartawan Kompas TV Michael Aryawan atau yang biasa disapa Mika sedang melaksanakan tugas jurnalistiknya di tempat kejadian.

Mika lebih dulu datang ke lokasi, sebelum pemilik rumah Julius Felicianus datang. Namun serangan Pukul 20.00 WIB itu rupanya bukan yang terakhir. Saat Julius tiba di rumah, sekelompok orang tersebut kembali melampiaskan kebrutalannya dengan memukul dan menghajar Julius menggunakan besi dan pot tanamn.

Julius mengalami luka parah dengan darah bercucuran dari kepala.

Tidak hanya Julius, Michael Aryawan yang turut memberitakan insiden itu turut dianiaya. Mika dipukul sebanyak empat kali hingga mengalami lukadan memar di mata kiri.

Mika sejatinya sudah mengklarifikasi bahwa dirinya adalah wartawan, namun tetap saja dihajar. Bahkan kamera miliknya ikut dirampas.

Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Yogyakarta mengutuk tragedi yang menghancurkan kebebasan umat beragama serta mengancam kebebasan pers tersebut.

AJI Yogyakarta juga telah melakukan koordinasi dengan Pemred Kompas TV, Yogi Arif Nugraha dan Kepala Biro Kompas TV Daeng Tanto,untuk mengambil langkah hukum terhadap kasus yang menimpa Mika.

UU Pers Nomor 40 Tahun 1999 Pasal 4 menyebutkan “Pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh dan menyebarluaskan gagasan dan informasi”. Pasal 18 UU Pers juga menyebutkan “Dalam melaksanakan profesi, wartawan mendapatkan perlindungan hukum”.

“Setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukantindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan Pasal 4 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak 500.000.000 (lima ratusjuta rupiah)”.

AJI juga mengingatkan kembali bahwa masih ada delapan kasus pembunuhan jurnalis, yang kasusnya tak terselesaikana, yakni kasus pembunuhan Fuad Muhammad Syarifuddin alias Udin (jurnalisHarian Bernas di Yogyakarta, 16 Agustus 1996), Naimullah (jurnalisHarian Sinar Pagi di Kalimantan Barat, ditemukan tewas pada 25 Juli1997), Agus Mulyawan (jurnalis Asia Press di Timor Timur, 25 September1999), Muhammad Jamaluddin (jurnalis kamera TVRI di Aceh, ditemukantewas pada 17 Juni 2003), Ersa Siregar, jurnalis RCTI di Nangroe AcehDarussalam, 29 Desember 2003), Herliyanto (jurnalis lepas tabloidDelta Pos Sidoarjo di Jawa Timur, ditemukan tewas pada 29 April 2006), Adriansyah Matra’is Wibisono (jurnalis TV lokal di Merauke, Papua, ditemukan pada 29 Juli 2010) dan Alfred Mirulewan (jurnalis tabloid Pelangi, Maluku, ditemukan tewas pada 18 Desember 2010).

Bertolak dari kasus di atas serta hukum yang mendasarinya AJI Yogyakarta menyatakan :

1. Mengecam aksi penyerangan dan penganiayaan terhadap wartawan serta penyerangan rumah tempat acara kebaktian Rosario oleh sekelompok orang yang tidak bertanggung jawab tersebut.

2. Mendesak Polri, khususnya Polda DIY segera menangkap pelaku penyerangan yang sebagian telah teridentifikasi identitasnya oleh korban. Polisi sebaiknya serius menangkap pelaku kriminal tersebut dan tidak pandang bulu, mengingat banyak kasus kekerasan atas nama agama serta kasus kekerasan terhadap wartawan yang gagal diselesaikan Kepolisian DIY. Setiap tahun, jumlah kasus kekerasan terhadap jurnalis yang menjalankan profesinya tidak pernah kurang dari 30 kasus. Aliansi Jurnalis Independen Indonesia mencatat sejak Mei 2013 hingga April 2014 terjadi 43 kasus kekerasan.

3. AJI Yogyakarta juga meminta agar kamera milik Mika yang dirampas dikembalikan dengan utuh beserta isi rekaman di dalamnya.

4. Menyerukan kepada seluruh insan pers dan masyarakat luas untuk menyatakan perang terhadap ancaman kebebasan pers termasuk yang dilakukan oleh masyarakat sipil dengan mengatasnamakan agama.

5. Sebagai organisasi profesi yang menjunjung tinggi pluralisme, HAM dan demokrasi, AJI Yogyakarta menolak berbagai bentuk dan upaya pemberangusan kebebasan beragama oleh sekelompok orang apalagi dilakukan dengan cara-cara kriminal. [N-6]
sumber:  http://www.suarapembaruan.com/nasional/aji-yogyakarta-kecam-kekerasan-atas-nama-agama/56454

1 komentar:

  1. MARI KITA JAGA NKRI DARI PEMECAH BELAH BANGSA..

    Saksi penyerangan orang beribadah warga Pangukan Darojat (34 th) menyebutkan: Ternyata orang2 penyerang orang beribadah ~ yang berjiwa intoleransi itu adalah warga sekampungnya warga Dusun Pangukan, desa Tridadi, Kecamatan Sleman, daerah Istimewa Yogjakarta. Tragiis memang.!! Aparat saat kejadian cuma diam saja dan kemungkinan takut lalu melakukan Pembiaran.... !! Mengapa tidak bertindak peristiwa di depan Mata..?? Keterlaluan.....

    Lalu Pertanyaan nya adalah : Apakah kita wajib mewaspadai warga Dusun Pangukan dan desa Tridadi , Sleman dimana pun mereka berada termasuk diperantauan karena bisa menjadi Virus anarkis?

    BalasHapus

Silahkan memberikan komentar, masukan yang sifatnya membangun blog ini.

Cari Blog Ini