Mengenai Saya

Foto saya
Shio : Macan. Tenaga Specialist Surveillance Detection Team di Kedutaan Besar. Trainer Surveillance Detection Team di Kedutaan Besar Negara Asing. Pengajar part time masalah Surveillance Detection, observation techniques, Area and building Analysis, Traveling Analysis, Hostile surveillance Detection analysis di beberapa Kedutaan besar negara Asing, Hotel, Perusahaan Security. Bersedia bekerja sama dalam pelatihan surveillance Detection Team.. Business Intelligence and Security Intelligence Indonesia Private Investigator and Indonesia Private Detective service.. Membuat beberapa buku pegangan tentang Surveilance Detection dan Buku Kamus Mini Sureveillance Detection Inggris-Indonesia. Indonesia - Inggris. Member of Indonesian Citizen Reporter Association.

Kamis, 19 Mei 2011

Melawan Radikalisme Tak Cukup dengan Khotbah

Intelijen Perlu Diberi Wewenang Bongkar Radikalisme  

Priyo Budi Santoso. TEMPO/Imam Sukamto
TEMPO Interaktif, Jakarta - Munculnya aksi radikalisme yang mengancam keutuhan negara, menurut Wakil Ketua DPR Priyo Budi Santoso, perlu diantisipasi dengan pemberian wewenang lebih besar pada intelijen. "Agar bisa mengungkap dan mengantisipasi gerakan-gerakan radikalisme," kata Priyo di Gedung DPR, Selasa, 3 Mei 2011.

Dia mensinyalir aksi radikalisme kian mencuat ke permukaan. Setelah aksi bom buku dan bom pipa gas, gerakan Negara Islam Indonesia (NII) KW 9 pun muncul dengan motif penculikan dan pencucian otak. Anggota gerakan ini menghalalkan perampokan, pencurian, pelacuran, dan penipuan sepanjang untuk mendanai gerakan. Dana gerakan ini diduga ratusan miliar rupiah, sebagian tersimpan di Bank Century senilai Rp 350 miliar atas nama Abu Toto dan Abu Maarif.

Menurut Priyo, untuk mencegah gerakan-gerakan ini membesar dan mengancam negara, intelijen harus diberikan kewenangan untuk menyadap, menangkap, dan menginterogasi seseorang. "Tapi, tetap harus terukur," kata Priyo.

Kewenangan ini sejatinya pernah diusulkan pemerintah dalam Rancangan Undang-Undang Intelijen yang tengah dibahas di Komisi I DPR. Komisi I telah memutuskan tak memberikan kewenangan penangkapan dan penginterogasian kepada intelijen. Untuk kewenangan penyadapan, Komisi I pun sepakat memberikannya, tapi harus disertai mekanisme kontrol. Mengenai mekanisme kontrol ini, Komisi I belum menemukan kesepakatan.

Menurut Priyo, kesepakatan yang dibuat Komisi I masih mungkin diubah. "Selama untuk kepentingan negara, dan terpenting harus ada mekanisme kontrol, jangan seperti memberi cek kosong kepada intelijen," kata Priyo.

FEBRIYAN
Sumber : Tempo Interaktif./Selasa, 03 Mei 2011 | 16:03 WIB
http://www.tempointeraktif.com/hg/politik/2011/05/03/brk,20110503-331839,id.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan memberikan komentar, masukan yang sifatnya membangun blog ini.

Cari Blog Ini