: 71
(dok/antara)
Rapuhnya budaya kewargaan di kalangan masyarakat memicu rapuhnya kebinekaan di Indonesia.
JAKARTA - Presiden
Susilo Bambang Yudhoyono dinilai terlalu banyak mengumbar janji soal
komitmen pemerintah melindungi hak warga negara dalam menjalankan
ibadah.
Menjaga kebinekaan di Indonesia memang tidak mudah, namun
masyarakat jangan terus dibohongi dan dicekoki dengan pelbagai
janji.
Mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah, Ahmad Syafii Maarif, mengatakan, Indonesia membutuhkan pemimpin yang memiliki integritas dan moral dalam melindungi kebinekaan. "Namun, sulit diharapkan pada pemimpin saat ini. Terlalu banyak janji," kata Syafii Maarif dalam acara ucapan syukur satu dekade Maarif Institute di Jakarta, Jumat (7/6).
Hadir dalam acara tersebut sejumlah tokoh lintas agama, antara lain dari Islam, Katolik, Kristen, Buddha, dan Hindu. Hadir pula pengusaha, akademikus, dan pemuda. Di tengah menguatnya intoleransi, kata Syafii, masyarakat jangan tiarap untuk menghadapi itu. Justru, kata dia, setiap anak bangsa mesti memberikan kontribusinya sekecil apa pun untuk toleransi umat beragama.
"Kita tidak boleh tiarap menghadapi itu semua. Kita coba apa yang kita bisa," ujarnya.
Mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah, Ahmad Syafii Maarif, mengatakan, Indonesia membutuhkan pemimpin yang memiliki integritas dan moral dalam melindungi kebinekaan. "Namun, sulit diharapkan pada pemimpin saat ini. Terlalu banyak janji," kata Syafii Maarif dalam acara ucapan syukur satu dekade Maarif Institute di Jakarta, Jumat (7/6).
Hadir dalam acara tersebut sejumlah tokoh lintas agama, antara lain dari Islam, Katolik, Kristen, Buddha, dan Hindu. Hadir pula pengusaha, akademikus, dan pemuda. Di tengah menguatnya intoleransi, kata Syafii, masyarakat jangan tiarap untuk menghadapi itu. Justru, kata dia, setiap anak bangsa mesti memberikan kontribusinya sekecil apa pun untuk toleransi umat beragama.
"Kita tidak boleh tiarap menghadapi itu semua. Kita coba apa yang kita bisa," ujarnya.
Ia menambahkan, selama kita menjalankan
kehidupan berbangsa dan bernegara dengan ketulusan maka akan
terbangun hubungan antarsesama yang harmonis.
Dia merasa heran jika
segelintir orang pada saat ini justru mengharamkan kebinekaan dan
pluralisme. Ia mengatakan, Soekarno pernah mengutip pernyataan
Mahatma Gandhi bahwa kemanusiaan itu satu (humanity is one). "Kalau
sudah satu semestinya kita melawan segala macam kezaliman atas nama
apa pun," ujarnya.
Sementara itu, Ketua Umum Pesekutuan Gereja-gereja Indonesia (PGI), Andreas Anangguru Yewangoe, mengatakan bahwa menjaga kebinekaan di Indonesia pada saat ini tidak mudah. Namun, kata Andreas, ia masih percaya jika kerukunan autentik itu masih ada di Indonesia.
Sama halnya dengan kebinekaan, menjaga moralitas bangsa tidak mudah. Namun, kata Andreas, masyarakat jangan pula terus-menerus dibohongi dengan pelbagai janji dan komitmen menjaga kebinekaan. "Maarif Institute berfungsi untuk terus-menerus mengingatkan. Dia harus terus berseru," ujarnya.
Direktur Eksekutif Maarif Institute, Fajar Riza Ul Haq, mengatakan bangsa Indonesia tengah mengalami krisis kebinekaan. Situasi itu ditandai dengan meningkatnya intensitas intoleransi, sektarianisme, dan konflik komunal dalam kurun waktu lima tahun terakhir.
Krisis kebinnekaan di Indonesia dipicu tiga faktor utama, yakni penegakan hukum yang lemah bahkan cenderung sektarian, ketimpangan sosial dan ekonomi yang kian melebar sehingga menyisakan persoalan keadilan dan kesejahteraan masyarakat, serta rapuhnya budaya kewargaan di kalangan masyarakat.
Sementara itu, Ketua Umum Pesekutuan Gereja-gereja Indonesia (PGI), Andreas Anangguru Yewangoe, mengatakan bahwa menjaga kebinekaan di Indonesia pada saat ini tidak mudah. Namun, kata Andreas, ia masih percaya jika kerukunan autentik itu masih ada di Indonesia.
Sama halnya dengan kebinekaan, menjaga moralitas bangsa tidak mudah. Namun, kata Andreas, masyarakat jangan pula terus-menerus dibohongi dengan pelbagai janji dan komitmen menjaga kebinekaan. "Maarif Institute berfungsi untuk terus-menerus mengingatkan. Dia harus terus berseru," ujarnya.
Direktur Eksekutif Maarif Institute, Fajar Riza Ul Haq, mengatakan bangsa Indonesia tengah mengalami krisis kebinekaan. Situasi itu ditandai dengan meningkatnya intensitas intoleransi, sektarianisme, dan konflik komunal dalam kurun waktu lima tahun terakhir.
Krisis kebinnekaan di Indonesia dipicu tiga faktor utama, yakni penegakan hukum yang lemah bahkan cenderung sektarian, ketimpangan sosial dan ekonomi yang kian melebar sehingga menyisakan persoalan keadilan dan kesejahteraan masyarakat, serta rapuhnya budaya kewargaan di kalangan masyarakat.
Sumber : Sinar Harapan
@ SHNEWS.CO : http://www.shnews.co/detile-20590-presiden-hanya-janji-soal-toleransi.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan memberikan komentar, masukan yang sifatnya membangun blog ini.