17 May 2013 14:25
Nancy JunitaKABAR24.COM, JAKARTA— Romo Magnis Suseno memprotes niat dari lembaga Appeal of Conscience Foundation memberi penghargaan kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Romo Magnis berkirim surat ke Pendiri dan Presiden Appeal of Conscience Foundation (ACF) yang beralamat di New York Amerika Serikat.
Surat tersebut sudah beredar luas di media sosial.
Dalam surat itu, Romo Magnis yang menuliskan nama lengkapnya dengan Profesor Franz Magnis-Susesno SJ menuliskan mengenai keberatannya atas penghargaan World Statement Award bagi SBY, yang rencananya diberikan pada 1 Juni mendatang.
Penghargaan itu diberikan, menurut ACF, karena jasa Presiden dalam menciptakan kerukunan beragama di Indonesia. Dalam surat yang ditujukan kepada Rabbi Arthur Schneier itu, Romo Magnis menegaskan bahwa pemberian penghargaan itu adalah suatu hal yang memalukan.
“Ini adalah hal memalukan, memalukan Anda. Bagaimana Anda membuat keputusan seperti ini tanpa mempertimbangkan pandangan orang Indonesia? Semoga Anda tak membuat keputusan ini sebagai respons dorongan dari Pemerintah kami atau orang-orang di sekitar Presiden.”
Lebih lanjut Romo Magnis menjelaskan perihal kesulitan umat Kristen untuk mendapatkan izin membangun rumah ibadah, jumlah gereja yang dipaksa ditutup meningkat, muncul peraturan yang mempersulit kaum minoritas beribadah, sehingga intoleransi meningkat di akar rumput.
Selain itu, Romo Mangnis juga mengingatkan ACF perihal sikap dan tindakan memalukan dari kelompok agama garis keras terhadap kelompok Ahmadiyah dan Syiah, sementara pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono tak melakukan apa-apa.
“Tahukah Anda bahwa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono selama 8,5 tahun memerintah belum pernah sekalipun mengatakan sesuatu ke orang Indonesia, bahwa mereka harus menghormati kelompok minoritas? Dia telah menghindari tanggung jawab terkait munculnya kekerasan terhadap Ahmadiyah dan Shia.”
Di akhir suratnya, Romo Magnis mempertanyakan pihak mana yang ditanya ACF sebelum memutuskan untuk memberi penghargaan kepada Presiden SBY. (Kabar24/nj)
Sumber: http://www.kabar24.com/index.php/surat-romo-magnis-sby-tak-pantas-dapat-penghargaan/
BERITA TERKAIT :
Jemaat di Parung Dilarang Misa di Gereja
- Penulis :
- LTF
- Sabtu, 25 Desember 2010 | 10:37 WIB
Untuk sementara, kami hanya diperbolehkan melakukan misa Natal di lapangan parkir sekolah Marsudirini, Kahuripan, Parung.
-- Alex
Alex mengungkapkan, jemaat sudah beribadat di tanah miliknya sendiri sejak 2004. Isu pelarangan baru mulai ramai pada 2007-2008.
"Tahun 2008, kami sempat didemo. Padahal, kalau di Katolik itu gereja berdiri atas pertimbangan umat yang ada. Bukan gereja dulu dibangun, baru umat datang beribadah. Umat kami saat ini 3.000 jiwa," papar Alex.
Sampai berita ini dilaporkan, jemaat Gereja St Joannes Baptista tetap melaksanakan Misa Natal di lapangan parkir SD Marsudirini, Kahuripan. Sumber : http://nasional.kompas.com/read/2010/12/25/10370823/Jemaat.di.Parung.Dilarang.Misa.di.Gereja
BERITA TERKAIT LAINNYA :
Jawa Barat
Instruksi Nasional Ahmadiyah
Ahmadiyah: Jika diserang, kami dilarang melawan
Rendra Saputra
Selasa, 7 Mei 2013 − 03:33 WIB
Massa saat mengahakimi Jemaah Ahmadiyah hingga meninggal (Foto: Dok Istimewa)
Menurut Juru Bicara Ahmadiyah Tenjowaringin, Kecamatan Malausma, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat, Dodi Anwar, instruksi tersebut tertuang dalam beberapa butir dan disebarkan ke seluruh pengikutnya.
"Instruksi nasional tersebut diantaranya adalah; Jemaah Ahmadiyah diminta untuk selalu waspada. Selain itu kami diminta untuk menyerahkan sepenuhnya ke aparat keamanan," jelas Dodi kepada Sindonews, Selasa (7/5/2013).
Jika diserang, Jemaah Ahmadiyah juga diminta untuk tidak melakukan perlawanan dan menyerang balik lawan. Hanya barikade dengan senjata bambu dan kayu yang diperkenankan pengurus nasional Ahmadiyah.
"Kami tidak boleh menggunakan senjata tajam, meski jatuh korban kami hanya diperbolehkan untuk bertahan. Inilah bentuk perjuangan kami," jelas Dodi.
Berikut instruksi Pengurus Nasional Ahmadiyah kepada seluruh pengikutnya di Indonesia;
1. Jemaah Ahmadiyah diminta untuk selalu waspada.
2. Jemaah Ahmadiyah diminta untuk selalu siap jika ada penyerangan kapanpun.
3. Jemaah Ahmadiyah diminta untuk selalu menjaga sikap.
4. Jemaah Ahmadiyah diminta untuk menyerahkan kasus penyerangan ke tangan Polisi.
5. Jemaah Ahmadiyah dilarang melawan jika diserang, dan hanya diperbolehkan untuk mempertahankan diri.
6. Jemaah Ahmadiyah hanya diperkenankan membuat barikade jika diserang, bukan menyerang balik.
7. Jemaah Ahmadiyah dilarang menggunakan senjata tajam untuk bertahan, hanya diperbolehkan kayu atau bambu.
8. Jemaah Ahmadiyah diminta untuk terus selalu berdoa sebagai kekuatan.
(rsa)
Kontras: Ada 11 Daerah Larang Ahmadiyah
Yang terbaru, Gubernur Jawa Timur mengeluarkan larangan aktivitas pada Ahmadiyah.
ddd
Selasa, 1 Maret 2011, 22:45
Arfi Bambani Amri, Dedy Priatmojo
(http://persatuan.web.id)
VIVAnews -
Sejumlah daerah di Indonesia menyatakan sikap lebih awal untuk melarang
aktivitas Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI). Data Komisi Orang Hilang
dan Tindak Kekerasan (Kontras) mencatat sedikitnya 11 peraturan daerah
dari Bupati hingga Gubernur yang melarang Ahmadiyah.
Terhitung mulai Februari 2011, paska terjadinya insiden di Cikuesik, Pandeglang, ada empat daerah yang resmi memberlakukan larangan aktivitas JAI, yakni Sumatera Selatan melalui Keputusan Gubernur Nomor 563/KPT/BAN.KESBANGPOL & LINMAS/2008 pada tanggal 8 Februari 2011, dan Pandeglang Banten melalui Peraturan Bupati No 5 Tahun 2011 pada tanggal 21 Februari 2011.
Terhitung mulai Februari 2011, paska terjadinya insiden di Cikuesik, Pandeglang, ada empat daerah yang resmi memberlakukan larangan aktivitas JAI, yakni Sumatera Selatan melalui Keputusan Gubernur Nomor 563/KPT/BAN.KESBANGPOL & LINMAS/2008 pada tanggal 8 Februari 2011, dan Pandeglang Banten melalui Peraturan Bupati No 5 Tahun 2011 pada tanggal 21 Februari 2011.
Selain itu, Samarinda
melalui SK Walikota Samarinda No. 200/160/BKPPM.I/II/2011 pada 25
Februari 2011 dan Jawa Timur melalui SK Gubernur Nomor
188/94/KPTS/013/2011 pada 28 Februari 2011.
Adapun daerah yang lebih dulu melakukan larangan terhadap aktivitas JAI di antaranya Lombok Timur pada 1983, Kuningan Jawa Barat (2002), Garut, Jawa Barat (2005), Cianjur, Jawa Barat (2005), dan Sukabumi, Jawa Barat pada 2006.
Dalam isi surat keputusannya, sejumlah kepala daerah melarang JAI untuk melakukan aktivitas, menyebarkan ajarannya secara lisan maupun tulisan termasuk menutup tempat ibadah Jemaat Ahmadiyah.
Menariknya, dalam keputusan itu, yang menjadi rujukan selain Surat Keputusan Bersama (SKB) tiga menteri, adalah rekomendasi Majelis Ulama Indonesia (MUI) setempat yang tidak memberikan celah sedikit pun kepada Jemaat Ahmadiyah.
Gubernur Jawa Timur, Imam Soekarwo, pada 28 Februari lalu mengatakan,"Kewenangan kami hanya melarang aktivitasnya. Kami tidak memiliki kewenangan membubarkan, ini pilihan yang sesuai kewenangannya," ujarnya di Grahadi, Surabaya.
Kebijakan itu pun seakan mendapat dukungan dari Menteri Agama Suryadharma Ali. Di depan seluruh Pimpinan Pondok Pesantren se-NTB di Mataram pada 27 Februari 2011, menteri agama mengatakan,"Setelah ditimbang-timbang mana manfaat yang lebih besar dan dalam pikiran saya dibubarkan tampaknya lebih cocok, karena tidak berdampak pada masalah lainnya seperti kerukunan hidup umat beragama." (art)
Adapun daerah yang lebih dulu melakukan larangan terhadap aktivitas JAI di antaranya Lombok Timur pada 1983, Kuningan Jawa Barat (2002), Garut, Jawa Barat (2005), Cianjur, Jawa Barat (2005), dan Sukabumi, Jawa Barat pada 2006.
Dalam isi surat keputusannya, sejumlah kepala daerah melarang JAI untuk melakukan aktivitas, menyebarkan ajarannya secara lisan maupun tulisan termasuk menutup tempat ibadah Jemaat Ahmadiyah.
Menariknya, dalam keputusan itu, yang menjadi rujukan selain Surat Keputusan Bersama (SKB) tiga menteri, adalah rekomendasi Majelis Ulama Indonesia (MUI) setempat yang tidak memberikan celah sedikit pun kepada Jemaat Ahmadiyah.
Gubernur Jawa Timur, Imam Soekarwo, pada 28 Februari lalu mengatakan,"Kewenangan kami hanya melarang aktivitasnya. Kami tidak memiliki kewenangan membubarkan, ini pilihan yang sesuai kewenangannya," ujarnya di Grahadi, Surabaya.
Kebijakan itu pun seakan mendapat dukungan dari Menteri Agama Suryadharma Ali. Di depan seluruh Pimpinan Pondok Pesantren se-NTB di Mataram pada 27 Februari 2011, menteri agama mengatakan,"Setelah ditimbang-timbang mana manfaat yang lebih besar dan dalam pikiran saya dibubarkan tampaknya lebih cocok, karena tidak berdampak pada masalah lainnya seperti kerukunan hidup umat beragama." (art)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan memberikan komentar, masukan yang sifatnya membangun blog ini.