MAKI Daftarkan Praperadilan Rekening Gendut Polri
Senin, 9 Agustus 2010 - 21:09 wib
Putri Werdiningsih - Okezone
JAKARTA - Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) mendaftarkan permohonan Praperadilan dalam kasus rekening gendut petinggi Polri ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (9/8/2010).
"Kami berhak dan wajib melakukan tindakan hukum permohonan praperadilan atas dihentikannya penyidikan secara tidak sah dan melawan hukum," jelas Koordinator MAKI Boyamin Saiman kepada wartawan.
Menurut Boyamin pada 2005, Polri telah menerima Laporan Hasil Analisis (LHA) dari PPATK mengenai rekening anggota Polri mulai berpangkat bintara sampai dengan perwira tinggi.
Namun hingga permohonan ini diajukan, pihak Polri belum juga menyampaikan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP).
Sebelumnya, Polri menegaskan telah menyelidiki sebanyak 23 rekening perwira polisi, dan 17 dinyatakan wajar, dua masih diproses, satu transaksi objeknya sudah meninggal, satu transaksi belum dapat ditindaklanjuti karena objek sedang mengikuti Pemilukada.
Boyamin menambahkan, pihak termohon dalam hal ini Polri, juga telah melakukan penghentian penyidikan yang tidak sah, karena tidak berdasarkan ketentuan pasal 109 KUHAP. Dengan demikian Polri harus melakukan proses hukum selanjutnya sesuai ketentuan yang berlaku.(ded)
Berita terkait :
"Lebih Tinggi Perintah SBY atau UU?"
Kamis, 29 Juli 2010 - 18:06 wib
Taufik Hidayat - Okezone
Ilustrasi
JAKARTA - Mabes Polri bersikukuh tidak akan mengumumkan nama pemilik rekening mencurigakan yang diduga milik perwira Polri, kendati Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) meminta kepolisian membuka kembali kasus rekening tersebut.
Kepala Bidang Penerangan Umum (Kabid Penum) Mabes Polri Kombes Pol Marwoto Seto mengatakan, kepolisian tidak bisa mengumumkan nama polisi karena terikat dengan UU No 25 tahun 2003 Tentang Pencucian Uang.
"Kalau di UU mengatakan begitu tidak bisa, walau (didesak) siapa pun. karena kedudukan kita di depan hukum sama saja. Mana yang lebih tinggi, perintah SBY atau UU? SBY juga tunduk sama UU itu. Kalau UU mengatakan begitu tidak bisa," katanya di Mabes Polri, Jakarta Selasa, Kamis (29/7/2010)
Marwoto menambahkan, kepolisian akan mengikuti perintah Presiden SBY untuk membuka kembali kasus tersebut. Polisi akan melakukan penelaahan kembali terhadap kepemilikan rekening mencurigakan dan mengumumkan nya pada pekan ini.
"Kalau perintah, kemungkinan akan dilaksanakan. Iya, akan diteliti lagi. Mudah-mudahan Jumat besok bisa ditagihlah," katanya.
Seperti diberitakan, Presiden SBY memanggil Kepala Kepolisian Indonesia Kapolri Bambang Hendarso Danuri, terkait kasus rekening gendut polisi. Presiden menilai kasus rekening itu belum jelas, sehingga harus dibuka kembali.
Kepolisian menyatakan dari 23 laporan rekening yang mencurigakan, hanya enam yang dianggap tidak wajar. Namun kepolisian enggan mengungkapkan nama polisi
yang terlibat kasus tersebut.(ram)
Sumber : okezone, kamis, 29, 2011
http://news.okezone.com/read/2010/07/29/339/357908/339/lebih-tinggi-perintah-sby-atau-uu
Berita Terkait :
Jenderal Polisi Diminta Buktikan Rekening Mereka Bersih
Selasa, 29 Juni 2010 | 07:45 WIB
Majalah Tempo Edisi 28 Juni - 4 Juli 2010
TEMPO Interaktif,
Jakarta - Kepala Badan Reserse Kriminal Kepolisian RI Komisaris Jenderal Ito Sumardi mengatakan Kepala Polri Jenderal Bambang Hendarso Danuri memerintahkan para perwira pemilik rekening mencurigakan membuat klarifikasi. "Kalau sekarang tidak tuntas, pasti isu ini muncul lagi, muncul lagi," kata Ito kepada Tempo, Jumat pekan lalu.
Menurut Ito, para perwira pemilik rekening jumbo itu pun diminta membuktikan bahwa transaksi keuangan mereka bersih. "Ini pembuktian terbalik, jadi menjadi beban mereka untuk menjelaskan asal-usul transaksinya," ujar Ito.
Soal transaksi mencurigakan itu dimuat sebagai Laporan Utama majalah Tempo, yang terbit kemarin. Menurut sumber Tempo, dokumen soal itu telah menjadi bahan gunjingan di Trunojoyo--Markas Besar Kepolisian. Menurut salinan dokumen itu, enam perwira tinggi dan sejumlah perwira menengah melakukan "transaksi yang tidak sesuai dengan profil" alias melampaui gaji bulanan mereka.
Transaksi paling besar terjadi pada rekening milik Inspektur Jenderal Budi Gunawan, Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Polri. Pada 2006, melalui rekening pribadi dan rekening anaknya, mantan ajudan Presiden Megawati Soekarnoputri itu mendapatkan setoran Rp 54 miliar, antara lain, dari sebuah perusahaan properti.
Budi Gunawan memilih tutup mulut. Saat ditemui Tempo di kantornya, Jumat pekan lalu, dia hanya tersenyum dan berkomentar pendek, "Nanti saja, ya." Belakangan, lewat seorang bawahannya, Budi Gunawan mengaku sudah menyerahkan masalah ini kepada Kepala Badan Reserse Kriminal. "Semua berita itu tidak benar," katanya.
Inspektur Jenderal Badrodin Haiti, kini menjabat Kepala Divisi Pembinaan Hukum Kepolisian, juga disebut melakukan transaksi mencurigakan. Menurut sumber Tempo, Badrodin membeli polis asuransi PT Prudential Life Assurance dengan premi Rp 1,1 miliar. Disebutkan dana tunai pembayaran premi berasal dari pihak ketiga.
Menjadi Kepala Kepolisian Wilayah Kota Besar Medan pada 2000-2003, Badrodin juga menarik tunai Rp 700 juta di Bank Central Asia Kantor Cabang Utama Bukit Barisan, Medan, pada Mei 2006. Hasil analisis rekening Badrodin juga memuat adanya setoran dana rutin Rp 50 juta setiap bulan pada periode Januari 2004-Juli 2005. Ada pula setoran dana Rp 120-343 juta. Dalam laporan itu disebutkan setoran-setoran tidak memiliki underlying transaction yang jelas.
Saat dimintai konfirmasi, Badrodin mengaku tidak berwenang menjawab. "Itu sepenuhnya kewenangan Kepala Badan Reserse Kriminal," katanya.
Nama Inspektur Jenderal Sylvanus Yulian Wenas, Kepala Korps Brigade Mobil Polri, juga disebut dalam daftar pemilik rekening mencurigakan. Indikasi di rekening Wenas muncul pada 2005, ketika ia menjabat Kepala Kepolisian Daerah Kalimantan Timur. Pada 9 Agustus, isi rekening Wenas mengalir berpindah Rp 10,007 miliar ke rekening seseorang yang mengaku sebagai Direktur PT Hinroyal Golden Wing.
Kepada Tempo, Wenas menolak tuduhan melakukan transaksi ilegal melalui rekeningnya. "Semua itu tidak benar," katanya. "Dana itu bukan milik saya."
Rekening Edward Syah Pernong, Kepala Kepolisian Wilayah Kota Besar Semarang, pun mengundang curiga. Menurut sumber Tempo, ketika menjabat Kepala Kepolisian Resor Jakarta Barat, ia menerima setoran Rp 470 juta dan Rp 442 juta pada Agustus dan September 2005 dari Deutsche Bank. Pada 15 September 2005, dia menutup rekening dengan saldo terakhir Rp 5,39 miliar. Edward mempersoalkan asal-usul data itu. "Data itu bohong. Itu fitnah," katanya pada Kamis pekan lalu.
Neta S. Pane, Ketua Indonesia Police Watch, mendorong upaya pembuktian terbalik dari perwira yang memiliki rekening mencurigakan. Sebab, ia menyatakan jenderal yang memiliki kekayaan melimpah patut dipertanyakan. Ia menambahkan, "Jika hidup hanya dari gaji, sampai kiamat mereka tidak akan pernah bisa kaya."
Tim Tempo
Sumber :
Tempointeraktif , Edisi 28 Juni - 4 Juli 2010
http://tempointeraktif.com/hg/hukum/2010/06/29/brk,20100629-259299,id.html