TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Paus
Benediktus XVI, Rabu (27/2/2013) menyampaikan 'pidato perpisahan' di
hadapan puluhan ribu umat, yang hadir di Lapangan Santo Petrus.
Radio Vatikan pun menyiarkan 'pidato perpisahan' Paus Benediktus XVI.
Joseph Aloisius Ratzinger, nama Paus Benediktus XVI, menyapa para
peziarah yang sejak pukul 07.00 pagi waktu Roma memenuhi Via della
Conciliazione, ruas jalan panjang membujur dari Lapangan Santo Petrus
hingga Sungai Tiber.Kepada Tribunnews.com, Pastor Markus SVD dari Roma mengungkapkan, Lapangan Santo Petrus seperti digenangi lautan manusia. Para peziarah melambaikan berbagai spanduk dengan tulisan bermacam-macam, seperti 'Grazie Santo Padre' (Terima kasih Bapa Suci), 'Arrivederci' (Sampai jumpa lagi), atau 'Perga per noi' (doakan kami).
Para peziarah pun tak henti-hentinya meneriakkan yel-yel 'Benedetto', nama Sri Paus dalam Bahasa Italia. Kadang pula terdengar teriakan 'Viva il Papa', dan diikuti paduan suara campur yang menggetarkan suasana pagi.
Menurut Pastor Markus, tepat pukul 10.35 pagi waktu Roma, Papa Mobil meluncur pelan, masuk ke Lapangan Santo Petrus dari samping kanan Basilika.
Di belakangnya duduk Sekretaris pribadi, Monsinyur Georg Gaenswein, yang sudah ditahbiskan Paus menjadi Uskup Agung pada 6 Januari 2013, dan merangkap Kepala Rumah Tangga (Prefettura) Sri Paus.
Ketika melihat Papa Mobil, massa semakin kuat dan ramai meneriakkan yel-yel, seraya bertepuk tangan meriah.
Setelah melewati beberapa blok untuk menyalami massa dan diiringi musik militer dari wilayah kelahirannya, Bavaria, Jerman, Paus naik ke singgasana, sebuah kursi putih yang sudah akrab dengannya sejak delapan tahun terakhir.
Seperti biasa, sebelum duduk, Paus merentangkan kedua tangan ke arah para hadirin, seolah-olah ingin merangkul mereka satu per satu.
”Delapan tahun lalu, ketika sudah jelas bahwa diri saya terpilih menjadi Paus, pertanyaan yang dominan di dalam hati saya adalah, Tuhan, apa yang Kau inginkan dariku? Mengapa Engkau memilih saya? Saya tahu bahwa sejak itu saya memikul beban berat di pundak," ucap Paus.
Delapan tahun lalu, lanjutnya, adalah tahun-tahun yang indah dan penuh arti, tapi juga masa-masa penuh tantangan. Sehingga, gereja ibarat bahtera para rasul yang terombang-ambing di Danau Genesaret.
"Badai dan gelombang menerjang menimbulkan rasa takut dan panik, dan Tuhan tidur di buritan. Tapi syukur, Tuhan tidak meninggalkan bahtera ini, karena bahtera ini milik Tuhan," tutur Paus.
Mendengar itu, massa bertepuk tangan sambil meneriakkan nama Sri Paus. Benediktus sadar bahwa selama masa bakti, Tuhan senantiasa dekat dengan umatNya, dan menganugerahkan segala yang perlu untuk kemajuan GerejaNya.
Sri Paus juga mengucapkan terima kasih kepada para pekerjanya di Tahta Suci Vatikan, dan seluruh umat yang tersebar di seluruh dunia. Selama masa jabatannya, beliau sangat merasakan dukungan dan kedekatan umat Katolik sejagad, sekalipun banyak dari mereka yang belum pernah berjumpa dengannya secara langsung.
Menjelang sambutannya yang berdurasi sekitar 20 menit, Paus meneguhkan hati dan iman Umat Katolik sedunia.
“Saya pergi. Itu keputusan yang saya ambil dengan sukarela. Tapi, kamu harus tetap riang gembira dalam iman. Saya pergi bukan untuk urusan pribadi. Saya pergi untuk membaktikan diri kepada doa untuk gereja yang kita cintai ini. Tuhan yang memanggil kita ke dalam satu komunitas iman, akan tetap bersama kita, memenuhi hati kita dengan harapan, dan menyinari kita dengan kasihNya tanpa batas,” paparnya dengan nada bergetar.
Paus juga menyampaikan ucapan terima kasih kepada seluruh umat dan warga dunia, yang selama ini mendukung tugas perutusannya dalam doa dan kehadiran mereka masing-masing.
"Paus milik semua orang, dan begitu banyak orang merasa sangat dekat. Saya menerima surat dari tokoh-tokoh terbesar dunia, dari kepala negara, tokoh agama, perwakilan dari dunia budaya dan sebagainya. Saya juga menerima banyak surat dari orang-orang biasa yang menulis kepada saya dari hati mereka," katanya.
Usai sambutan terakhir, hadirin yang saat itu sudah membeludak hingga ujung Via della Conciliazione berdiri, memberikan aplaus panjang.
Lambaian bendera-bendera dan spanduk-spanduk kelihatan semakin tenang pertanda sedih. Sri Paus pun berdiri, melambaikan tangan kepada hadirin. Sebuah momentum kuat yang sempat menuai deraian air mata.
Upacara dilanjutkan dengan penyampaian ucapan salam pisah dan terima kasih dari para hadirin yang diwakili melalui kelompok bahasa Inggris, Italia, Jerman, Spanyol, Portugis, Polandia, dan Arab.
Di akhir audiensi, Sri Paus dan hadirin bersama-sama menyanyikan lagu Bapa Kami dalam bahasa Latin. Lalu, beliau menutup dengan berkat terakhirnya sebagai Paus.
Beliau turun tahta. Berjalan menuju Papa Mobil, mengambil tempat duduk. Papa Mobil turun perlahan dari pelataran Basilika menuju hadirin. Tahtanya, kursi putih, tinggal kosong.
Sri Paus bergerak keluar, diiringi aplaus panjang, memanggil-manggil namanya dan seraya air mata tetap berderai.
Di atas Papa Mobil, beliau terus merentangkan kedua tangannya, seakan-akan ingin membawa pergi sekitar 200 ribu hadirin bersamanya.
Rangkulan lengannya tentu terlalu pendek untuk jumlah sebesar ini, apalagi untuk Umat Katolik sedunia. Tapi, dalam doa dari atas Bukit Mons Vaticanus, beliau dan seluruh umat Katolik di lima benua akan tetap bersatu. Terima kasih Bapa Suci Bekediktus XVI. (*)