TEMPO.CO, Jakarta -
Penelitian lembaga studi Center of Strategic and International Studies
menunjukkan toleransi beragama orang Indonesia tergolong rendah.
"Masyarakat menerima fakta bahwa mereka hidup di tengah keberagaman.
Tapi, mereka ragu-ragu menoleransi keberagaman," kata Kepala Departemen
Politik dan Hubungan Internasional CSIS, Philips Vermonte, dalam diskusi
bertajuk "Demokrasi Minim Toleransi" di kantornya, Selasa, 5 Juni 2012.
Philips
mencontohkan, masyarakat menerima kenyataan hidup bertetangga dengan
orang yang berbeda agama. Tapi, masyarakat relatif enggan memberikan
kesempatan kepada tetangganya untuk mendirikan rumah ibadah.Dalam survei CSIS, sebanyak 59,5 persen responden tidak berkeberatan bertetangga dengan orang beragama lain. Sekitar 33,7 persen lainnya menjawab sebaliknya. Penelitian dilakukan pada Februari lalu di 23 provinsi dan melibatkan 2.213 responden.
Saat ditanya soal pembangunan rumah ibadah agama lain di lingkungannya, sebanyak 68,2 persen responden menyatakan lebih baik hal itu tidak dilakukan. Hanya 22,1 persen yang tidak berkeberatan.
Philip mengatakan hasil survei itu bisa menggambarkan persoalan mengapa begitu banyak kasus pelarangan pembangunan rumah ibadah seperti kasus GKI Yasmin dan Gereja Filadelfia. "Ini menunjukkan bahwa tingkat toleransi beragama masyarakat ternyata masih rendah," kata Philips.
Hasil survei juga menunjukkan kecenderungan intoleransi ada pada kelompok masyarakat dalam semua kategori pendidikan. Sekitar 20 persen masyarakat berpendidikan sekolah dasar, sekolah menengah pertama, dan sekolah menengah atas, menyatakan tak keberatan dengan pembangunan rumah ibadah agama lain di lingkungannya.
Adapun pada masyarakat dengan pendidikan di atas SMA, hanya sekitar 38,1 persen yang menyatakan setuju. "Banyak yang beranggapan semakin berpendidikan seseorang, akan semakin toleran dia. Nyatanya tidak," kata Philips. Tingkat pendidikan, Philips melanjutkan, ternyata tidak banyak mempengaruhi atau menumbuhkan toleransi beragama.
Menurut Philips, hal ini sangat kontradiktif dengan masyarakat yang mengaku demokratis tapi tidak dapat mewujudkan nilai-nilai demokrasi dan menghargai perbedaan. »Ini batu sandungan bagi Indonesia yang sedang berusaha menjaga kemajemukannya.”
Philips mengimbau agar negara tetap menegakkan hukum ketika kekerasan terjadi. Masyarakat pun harus lebih aktif mencegah timbulnya sikap intoleransi. »Jangan sampai kelompok-kelompok intoleran yang justru lebih terorganisasi dan menggiring pemikiran masyarakat menjadi intoleran,” katanya.
sumber: http://id.berita.yahoo.com/survei-toleransi-beragama-orang-indonesia-rendah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan memberikan komentar, masukan yang sifatnya membangun blog ini.