Mengenai Saya

Foto saya
Shio : Macan. Tenaga Specialist Surveillance Detection Team di Kedutaan Besar. Trainer Surveillance Detection Team di Kedutaan Besar Negara Asing. Pengajar part time masalah Surveillance Detection, observation techniques, Area and building Analysis, Traveling Analysis, Hostile surveillance Detection analysis di beberapa Kedutaan besar negara Asing, Hotel, Perusahaan Security. Bersedia bekerja sama dalam pelatihan surveillance Detection Team.. Business Intelligence and Security Intelligence Indonesia Private Investigator and Indonesia Private Detective service.. Membuat beberapa buku pegangan tentang Surveilance Detection dan Buku Kamus Mini Sureveillance Detection Inggris-Indonesia. Indonesia - Inggris. Member of Indonesian Citizen Reporter Association.

Jumat, 01 Juni 2012

Korupsi : Misteri Tanggal 8 juni 2012

| Erlangga Djumena | Sabtu, 2 Juni 2012 | 05:57 WIB
KOMPAS/LUCKY PRANSISKATersangka Miranda Goeltom menunggu proses pemeriksaan terhadap dirinya digedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK),Jakarta, Jumat (1/6/2012).Mantan Deputy Gubernur Senior Bank Indonesia (DGSBI) tersebut diperiksa untuk pertama kalinya dalam kasus dugaan suap kepada anggota DPR dalam pencalonan dirinya sebagai DGSBI tahun 2004.



 KOMPAS.com - Banyak hal terjadi pada 8 Juni 2004. Salah satunya Pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia. Setelah pemilihan itu, terkuaklah skandal korupsi yang menyisakan misteri hingga kini.

Pada tanggal itu juga, perusahaan perkebunan PT First Mujur Plantation and Industry mengajukan kredit ke Bank Artha Graha untuk membeli lahan perkebunan sawit di Tapanuli Selatan, Sumatera Utara.

Apa hubungan Pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (DGS BI) dengan pembelian lahan perkebunan sawit oleh PT First Mujur Plantation and Industry?

Dua peristiwa ini seperti sengaja dibuat ”berkabut”. Dalam sidang kasus suap Pemilihan DGS BI dengan terdakwa Nunun Nurbaeti, saksi-saksi yang dihadirkan mengungkapkan kaitan kedua peristiwa itu.

Kepala Seksi Cek Perjalanan BII Krisna Pribadi saat bersaksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, mengungkapkan, banknya menerima permintaan tertulis 480 lembar cek perjalanan dari Bank Artha Graha, 8 Juni 2004 pukul 08.00. Pukul 08.30, Bank Artha Graha mengirimkan pembayaran pesanan cek perjalanan Rp 24 miliar lewat fasilitas RTGS. Sekitar pukul 09.00, 480 lembar cek perjalanan masing-masing Rp 50 juta diserahkan BII ke cash officer Bank Artha Graha, Tutur.

Dalam sidang yang sama, Tutur mengatakan, cek tersebut diambil Indah pagi hari. Sosok Indah terungkap di persidangan ketika jaksa KPK M Roem menanyakan tanda tangan siapa di balik cek-cek perjalanan yang diambil. KPK belum menemukan siapa Indah ini.

Perihal siapa yang menerima cek perjalanan BII dari Bank Artha Graha, keterangan Tutur berbeda dengan Direktur Keuangan PT FMPI Budi Santoso.

Budi mengaku dialah yang menerima cek perjalanan BII dari Bank Artha Graha. Setelah menerima 480 cek perjalanan BII, pukul 11.00, Budi menyerahkannya kepada Ferry Yen. Saat bersaksi untuk Nunun, Budi mengatakan, Ferry teman dekat Direktur Utama PT FMPI Hidayat Lukman alias Tedy Uban.

Ferry disebut sebagai orang yang akan bekerja sama dengan PT FMPI untuk membuka kebun sawit di Tapanuli Selatan. Untuk pembelian lahannya, PT FMPI meminta kredit ke Bank Artha Graha. Sebagai nasabah di Bank Artha Graha, PT FMPI memiliki fasilitas revolving loan alias kredit berjangka dengan plafon tertentu yang bisa dicairkan kapan saja. Budi minta pencairan kredit sebesar Rp 24 miliar ke Bank Artha Graha untuk uang muka yang dibayarkan kepada Ferry membeli lahan sawit.

Minta uang muka


Menurut Budi, Ferry tiba-tiba minta uang muka pembayaran lahan sawit sebesar Rp 24 miliar di antaranya dicairkan dalam bentuk cek perjalanan. Karena Bank Artha Graha tak memiliki produk cek perjalanan, mereka membeli dari BII. Menurut keterangan Budi, dia menyerahkan 480 lembar cek perjalanan senilai Rp 24 miliar kepada Ferry di lantai 27 Gedung Bank Artha Graha, kawasan SCBD Sudirman, Jakarta.

Tak lama setelah penyerahan cek perjalanan dari Budi kepada Ferry, di kantor Wahana Esa Sembada, Jalan Riau, Menteng, Ari Malangjudo menerima telepon dari Dudhie Makmun Murod, anggota Komisi IX DPR dari Fraksi PDI-P yang menanyakan titipan untuk fraksinya. Ari sudah diperintah Nunun selaku pemilik Wahana Esa Sembada agar membagikan sejumlah bingkisan kepada anggota Komisi IX DPR. Bingkisan itu berwarna merah, kuning, hijau dan putih. Warna bingkisan menjadi kode untuk fraksi.

Belakangan Ari tahu, bingkisan yang diantarnya berisi cek perjalanan dari BII. Tengah hari, 8 Juni 2004 itulah, cek perjalanan BII yang awalnya disebut menjadi uang muka pembayaran lahan sawit PT FMPI, berubah menjadi alat suap untuk anggota Komisi IX DPR memilih Miranda Swaray Goeltom.

Misteri terletak pada sponsor suap ini. Ferry, sosok kunci yang menguak bagaimana cek perjalanan BII yang awalnya disebut membeli lahan sawit berubah menjadi alat suap, meninggal.

Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto mengakui, tanggal 8 Juni 2004 adalah misteri yang harus dikuak KPK karena pentingnya. Tidak mudah, apalagi sejumlah saksi tak lagi terlacak KPK dan jadi misteri hingga kini. (KHAERUDI)

Sumber : Kompas.kom, Sabtu 02 Juni 2012.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan memberikan komentar, masukan yang sifatnya membangun blog ini.

Cari Blog Ini