Mengenai Saya

Foto saya
Shio : Macan. Tenaga Specialist Surveillance Detection Team di Kedutaan Besar. Trainer Surveillance Detection Team di Kedutaan Besar Negara Asing. Pengajar part time masalah Surveillance Detection, observation techniques, Area and building Analysis, Traveling Analysis, Hostile surveillance Detection analysis di beberapa Kedutaan besar negara Asing, Hotel, Perusahaan Security. Bersedia bekerja sama dalam pelatihan surveillance Detection Team.. Business Intelligence and Security Intelligence Indonesia Private Investigator and Indonesia Private Detective service.. Membuat beberapa buku pegangan tentang Surveilance Detection dan Buku Kamus Mini Sureveillance Detection Inggris-Indonesia. Indonesia - Inggris. Member of Indonesian Citizen Reporter Association.

Jumat, 01 Juni 2012

Pancasila : Ketua PGI : Tidak Boleh Paksaan Keseragaman

Sandro Gatra | A. Wisnubrata | Jumat, 1 Juni 2012 | 11:42 WIB
SURYA/SUGIHARTOWarga Surabaya menggelar aksi dengan membawa bunga mawar serta poster untuk menolak semua bentuk kekerasan di dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di depan Gedung Grahadi Surabaya, Rabu (9/2/2011). Aksi tersebut untuk menyikapi perusakan tempat ibadah di Temanggung, Jawa Tengah serta mengajak segenap warga negara untuk menjunjung tinggi UUD 1945 dan Pancasila demi keutuhan NKRI.

 
JAKARTA, KOMPAS.com — Tindakan intoleransi yang marak terjadi di berbagai daerah belakangan ini dinilai akibat pemahaman yang keliru terhadap nilai-nilai Pancasila. Pemaksaan kehendak terjadi lantaran Pancasila tidak dipahami secara utuh.
Pemaksaan keseragaman adalah sikap menang sendiri, mengklaim diri paling benar, dan merendahkan martabat orang lain.
Ketua Umum Persatuan Gereja Indonesia (PGI) Andreas A Yewangoe mengatakan, kecenderungan saat ini masyarakat hanya mengamalkan sila pertama Pancasila, yakni "Ketuhanan Yang Maha Esa". Namun, sila ke dua, yakni "Kemanusiaan yang adil dan beradab", dinafikan.
"Bukan tidak mungkin dengan menyerukan nama Tuhan kita melakukan pembunuhan. Kita juga ber-Ketuhanan Yang Maha Esa di tengah-tengah persatuan Indonesia. Iman kita kepada Tuhan tidak boleh melupakan bahwa kita adalah satu bangsa," kata Andreas ketika memberikan pidato dalam peringatan Pidato Bung Karno 1 Juni 1945 di Gedung Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Jumat (1/6/2012).
Peringatan itu dihadiri beberapa mantan petinggi negara, seperti mantan Presiden Megawati Soekarnoputri, tiga mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla, Try Sutrisno, dan Hamzah Haz. Hadir pula istri mantan Presiden (alm) Abdurrahman Wahid, Shinta Nuriyah Wahid, para pimpinan MPR, jajaran menteri kabinet, dan pejabat tinggi negara.
Andreas mengatakan, semua pihak harus menerima bahwa mereka hidup di tengah kemajemukan, baik dari segi suku, agama, maupun enis. Maka, kata dia, segala perbedaan yang ada tidak boleh melemahkan kesenasiban.
"Tidak pernah boleh ada yang memaksakan sebuah keseragaman, lebih lagi di dalam berekspresi dan berpendapat. Pemaksaan keseragaman adalah sikap menang sendiri, mengklaim diri paling benar, dan merendahkan martabat orang lain yang juga berhak berpendapat dan berekspresi," kata Andreas.
Andreas menambahkan, Indonesia memang merupakan negara demokrasi terbesar ketiga di dunia. Namun, lanjut dia, demokrasi bukan hanya mengandalkan suara terbanyak. "Suara terbanyak tidak selalu bertindih tepat dengan suara terbaik. Ada nilai-nilai yang mesti diperhatikan dengan saksama yang mengacu kepada kemanusiaan yang adil dan beradab serta persatuan Indonesia," kata dia.
Kedepan, lanjut Andreas, pendidikan Pancasila perlu digiatkan lagi. Nilai-nilai Pancasila hendaknya menjadi landasan bersikap etis dan moral dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. "Pancasila hendaknya dikembalikan kepada kedudukannya sebagai sumber dari segala sumber hukum," tutur dia.
sumber :Kompas.com/Jum'at 1 Juni 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan memberikan komentar, masukan yang sifatnya membangun blog ini.

Cari Blog Ini