Mengenai Saya

Foto saya
Shio : Macan. Tenaga Specialist Surveillance Detection Team di Kedutaan Besar. Trainer Surveillance Detection Team di Kedutaan Besar Negara Asing. Pengajar part time masalah Surveillance Detection, observation techniques, Area and building Analysis, Traveling Analysis, Hostile surveillance Detection analysis di beberapa Kedutaan besar negara Asing, Hotel, Perusahaan Security. Bersedia bekerja sama dalam pelatihan surveillance Detection Team.. Business Intelligence and Security Intelligence Indonesia Private Investigator and Indonesia Private Detective service.. Membuat beberapa buku pegangan tentang Surveilance Detection dan Buku Kamus Mini Sureveillance Detection Inggris-Indonesia. Indonesia - Inggris. Member of Indonesian Citizen Reporter Association.

Selasa, 02 November 2010

Terorisme dan Film "in The Name of God"

Terorisme dan Film "in The Name of God"
Rabu, 3 November 2010 | 09:07 WIB
forum.dvdtalk.com
JAKARTA, KOMPAS.com--Terorisme dan segala bentuk ekstimisme serta segala upaya radikalisme dan kekerasan merupakan sesuatu yang tidak dibenarkan, walaupun hal itu dilakukan atas nama Tuhan, demikian kiranya pesan yang ingin disampaikan melalui sebuah film Pakistan, "In The Name of God".

"Terorisme, ekstrimisme, dan radikalisme yang berbasis atas salah interpretasi terhadap ajaran Islam merupakan sesuatu yang salah, dan kami sedang mencoba mengenalkan bagaimana kehidupan warga Pakistan yang sebenarnya kepada dunia," kata Duta Besar Pakistan untuk Indonesia, Sanaullah.

Melalui acara pemutaran perdana film yang aslinya berjudul "Khuda Kay Liye", Selasa, Kedutaan Besar Pakistan di Jakarta mengajak warga Indonesia untuk mengenali Islam di Pakistan secara lebih dalam sekaligus menegaskan posisi Pakistan sebagai negara yang menentang terorisme.

"Saya harap anda akan memahami maksud pesan yang disampaikan dengan menganalisa setiap pesan yang ada dalam film tersebut," kata Dubes Sanaullah.

"Film ini telah menjadi perdebatan di antara para politikus, petinggi agama, parlemen, sineas, bahkan warga biasa," ujarnya.

Film garapan sutradara Pakistan, Shoaib Mansoor, ini diperankan 3 bintang muda yang berakting luar biasa, Shaan (sebagai Mansoor), Fawad Khan (Sarmad), dan Imam Ali (Mary).

Lokasi film ini ini pun bertemat di tiga benua, Pakistan (Asia), Chicago (Amerika) dan London (Eropa).

Mansoor dan Sarmad adalah dua orang musisi muda berbakat yang sudah punya banyak penggemar di Lahore. Karena perbedaan pendapat, kedua orang yang sebenarnya bersaudara ini jadi terpisah. Mansoor memilih tetap menjadi musisi sementara Sarmad memilih menjalani hidup sebagai muslim garis keras.

Sang kakak, Mansoor yang melanjutkan sekolah Musik di Amerika kemudian menikah dengan teman sekelasnya, warga Amerika, Janie (Austin Marie Sayre), sedangkan sang adik Sarmad (Fawad Khan) yang terpengaruh oleh seorang imam Islam Fundamentalis, meninggalkan karirnya sebagi musisi dan memilih bergabung dengan jaringan teroris Taliban.

Karena alasan agama, Sarmad menikahi paksa anak dari pamannya, Mary (Iman Ali) seorang gadis warganegara Inggris keturunan Pakistan yang semenjak lahir hidup di London dengan budaya Barat.

Prinsip ayah Mary (Hussain), "Pria Muslim boleh menikahi wanita non-Muslim, namun sebaliknya wanita Muslim dilarang."

Ayah Mary yang tidak tahan dengan gunjingan komunitas Pakistan di London karena Marry menjalin hubungan dengan pria kulit putih akhirnya mengajak putrinya ke Pakistan, untuk secara diam-diam menikahkan putrinya dengan Sarmad. Mary pun terpaksa harus tinggal di daerah terpencil di perbatasan Pakistan-Afganistan sampai pemerintah Inggris menyelamatkannya.

Kemudian terjadilah peristiwa 11 September 2001 yang merombak segalanya, bukan saja meruntuhkan Menara Kembar di New York namun banyak warga dari negara Muslim, seperti Pakistan, yang dituduh terlibat jaringan terorist Al Qaida pimpinan Osama Bin Laden.

Dalam film yang berdurasi lebih dari dua jam tersebut banyak terdapat dialog-dialog tentang pro-kontra dalam agama Islam, tidak hanya seperti yang terjadi saat ini antara Barat dengan Islam, tapi juga Muslim garis keras dengan Muslim moderat.

Shoaib Mansoor seolah mendambakan Pakistan yang lebih terbuka setelah tokoh Mary yang memenangkan hak asuh anak dan gugatan di pengadilan, walau pada akhirnya ia membatalkan tuntutan dan kembali ke wilayah pedalaman Afghanistan, tempat ia disekap selama beberapa lama.

Dalam praktiknya justru kini Taliban terus memerangi pemerintahan berdaulat Pakistan dengan menuduh pemerintah yang berlegitimasi itu sebagai "boneka" yang dikendalikan oleh Amerika Serikat, sekutu mereka di masa Perang Dingin, saat seterunya India memilih Rusia sebagai mitra yang erat.

Film "In The Name of God" sendiri telah mendapatkan sejumlah penghargaan dari berbagai festival film dunia khususnya dalam JIFFest (Jakarta International Film Festival) mendapatkan sebutan sebagai, "Film dengan Aklamasi secara Menyeluruh."

"Khuda Kay Liye: In The Name of God" akan diputar di bioskop-bioskop Jakarta terhitung 4 November nanti.
ANT
Sumber :Kompas.com
Penulis: Jodhi Yudono   |   Editor: Jodhi Yudono Dibaca : 2440

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan memberikan komentar, masukan yang sifatnya membangun blog ini.

Cari Blog Ini