Mengenai Saya

Foto saya
Shio : Macan. Tenaga Specialist Surveillance Detection Team di Kedutaan Besar. Trainer Surveillance Detection Team di Kedutaan Besar Negara Asing. Pengajar part time masalah Surveillance Detection, observation techniques, Area and building Analysis, Traveling Analysis, Hostile surveillance Detection analysis di beberapa Kedutaan besar negara Asing, Hotel, Perusahaan Security. Bersedia bekerja sama dalam pelatihan surveillance Detection Team.. Business Intelligence and Security Intelligence Indonesia Private Investigator and Indonesia Private Detective service.. Membuat beberapa buku pegangan tentang Surveilance Detection dan Buku Kamus Mini Sureveillance Detection Inggris-Indonesia. Indonesia - Inggris. Member of Indonesian Citizen Reporter Association.

Senin, 16 Januari 2012

TGPF: Ada Aliran Dana ke Polisi


16.01.2012 10:37

Penulis : M Bachtiar Nur/Diamanty Meiliana   

(foto:dok/ist)
JAKARTA - Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) Mesuji memastikan adanya aliran dana ke aparat kepolisian yang ditengarai untuk pengamanan perusahaan di Mesuji, Lampung.
Juru bicara TGPF Mesuji, Indriaswati Dyah Saptaningrum mengungkapkan, meski memastikan adanya aliran dana, ia menolak memberitahukan adanya keterkaitan pemberian uang itu dengan gratifikasi.
"Benar ada (dana), tapi kita tidak bisa pastikan apakah itu gratifikasi atau tidak. Jawaban normatif dari kepolisian, katanya tidak ada aturan yang mengikat," katanya ketika dihubungi, Senin (16/1).
Menurutnya, pemberian dana pengamanan kepada Polri terjadi hampir di seluruh daerah Mesuji. "Yang menjadi pertanyaan adalah sejauh mana aliran dana yang diterima itu memengaruhi imparsialitas saat mengamankan sengketa lahan antara perusahaan dengan warga," katanya.
TGPF siang ini memaparkan hasil temuan mereka di Gedung Menko Polhukam, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat. Namun, hingga berita ini diturunkan, Ketua TGPF Denny Indrayana mengatakan, masih mempersiapkan laporan akhir yang akan diserahkan ke Menko Polhukam.
Hanya, ia enggan merinci hasil rekomendasi tim tersebut. "Tunggu nanti pukul 2 siang ya. Belum bisa dibuka jika belum dilaporkan secara resmi ke yang memberi tugas (Menko Polhukam)," katanya kepada SH, Senin.
Ia menjelaskan, dalam rapat pembahasan rekomendasi yang dikerjakan selama ini terjadi perdebatan. Namun, ia memastikan rekomendasi tersebut akan membantu menyelesaikan masalah di Mesuji.
"Terjadi beberapa perdebatan hangat tentang beberapa temuan. Semua TGPF berusaha keras untuk menghasilkan laporan dan rekomendasi yang solutif agar membantu penyelesaian masalah," katanya.
TGPF, dalam laporan pertamanya pada Senin (2/1) lalu, menyebutkan ada enam rekomendasi terkait konflik di Mesuji. Salah satunya yaitu mendorong percepatan proses hukum bagi pelaku dan memberi bantuan hukum bagi tersangka dan pelapor.
Selain itu, TGPF merekomendasikan agar korban segera dirawat, mengantisipasi penyebaran tenda baru di wilayah yang bermasalah, penegakan hukum terhadap spekulan tanah, dan evaluasi penggunaan keamanan swasta oleh perusahaan.
Akar persoalan kekerasan di Mesuji adalah sengketa lahan antara warga di tiga desa itu, yakni Sritanjung, Kagungan Dalam, dan Nipah Kuning dengan perusahaan sejak 1994. Pejabat Lampung Utara bersama PT Barat Selatan Makmur Investindo yang beroperasi di sana, dituding curang dalam membebaskan lahan warga.
Buntutnya, warga tiga desa di Mesuji berkonflik dengan polisi pada 10 November 2011. Untuk mengatasi hal tersebut, dibentuklah TGPF oleh pemerintah. Tim ini beranggotakan sejumlah akademikus, Komnas HAM, dan pemerintah.
Dalam kasus Mesuji ini, ditemukan keterlibatan tiga perusahaan dalam masing-masing kasus. Pertama kasus pengelolaan lahan milik adat di kawasan Hutan Tanaman Industri (HTI) Register yang berujung pada kematian Made Asta pada 6 November 2010.
Kedua terkait kasus sengketa tanah lahan sawit seluas 1533 hektare antara warga Desa Sei Sodong dengan PT Sumber Wangi Alam (PT SWA) yang berakhir dengan tragedi pembantaian terhadap dua petani tak bersenjata di Kebun Sawit pada 21 April 2011.
Ketiga, kasus lahan sawit seluas 17.000 hektare antara warga Desa Sritanjung dengan PT Barat Selatan Makmur Investindo (PT BSMI) yang berujung pada kematian Zaini pada 10 November 2011.
sumber:  http://www.sinarharapan.co.id/content/read/tgpf-ada-aliran-dana-ke-polisi/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan memberikan komentar, masukan yang sifatnya membangun blog ini.

Cari Blog Ini