Mengenai Saya

Foto saya
Shio : Macan. Tenaga Specialist Surveillance Detection Team di Kedutaan Besar. Trainer Surveillance Detection Team di Kedutaan Besar Negara Asing. Pengajar part time masalah Surveillance Detection, observation techniques, Area and building Analysis, Traveling Analysis, Hostile surveillance Detection analysis di beberapa Kedutaan besar negara Asing, Hotel, Perusahaan Security. Bersedia bekerja sama dalam pelatihan surveillance Detection Team.. Business Intelligence and Security Intelligence Indonesia Private Investigator and Indonesia Private Detective service.. Membuat beberapa buku pegangan tentang Surveilance Detection dan Buku Kamus Mini Sureveillance Detection Inggris-Indonesia. Indonesia - Inggris. Member of Indonesian Citizen Reporter Association.

Minggu, 17 Oktober 2010

Skenario Amankan Duit Gayus Dirancang dari Hotel ke Hotel

Kisah Keterlibatan Lambertus, Andi Kosasih dan Haposan
Senin, 18 Oktober 2010 , 08:05:00 WIB

  

RMOL. Jaksa menuding Andi Kosasih, Haposan Hutagalung dan Lambertus Palang Ama aktif merekayasa kasus, agar duit Gayus Tambunan yang berasal dari setoran pengusaha atau wajib pajak bermasalah bisa aman. Skenario bisnis properti dirancang dari sejumlah hotel mewah.

Menurut dakwaan jaksa penuntut umum (JPU), mereka se­cara sengaja melakukan atau turut serta mencegah, merintangi atau  menggagalkan secara lang­sung atau tidak langsung proses pen­yidikan, penuntutan dan pemeriksaan perkara korupsi.

Jaksa bersikukuh, mereka mem­buat perjanjian kerjasama ter­tulis antara Gayus dan Andi pada 26 Mei 2008 untuk kepen­tingan pengadaan tanah dalam pembangunan ruko senilai Rp 28 miliar.

Belakangan, proyek kerja sama par­a terdakwa diduga ditujukan un­tuk menyiasati agar Gayus tid­ak dijerat perkara tindak pidana ko­ru­psi atas kepemilikan rek­e­ning di BCA dan Bank Panin. Di luar itu, skenario juga disusun un­tuk membuka blokir atas reke­ning Gayus.

Bergulirnya upaya rekayasa ini, menurut jaksa, disusun para ter­dakwa setelah Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) melayangkan surat nomor S 31/1.03.1/PPATK/03/09. R tanggal 16 Maret 2009 ten­tang laporan analisis transaksi keu­angan yang  berindikasi tin­dak pidana pencucian uang den­gan tindak pidana asal korupsi.

Dari situ, jajaran Direktorat II Eko­nomi Khusus (Dit II Eksus) Bares­krim melakukan penyi­dikan dugaan tindak pidana pen­cucian uang dengan tindak pidana asal korupsi yang dilakukan Ga­yus. Penelusuran terhadap re­ke­ning yang disimpan di BCA dan Ba­nk Panin itu dilaksanakan se­telah Direktur II Eksus Bareskrim me­nerbitkan surat perintah No. Pol. SP-Lidik/105/IV/Dit II Ek­sus tanggal 24 April 2009.

Bersamaan dengan surat per­i­ntah penyelidikan tersebut, pen­yidik Polri juga menerbitkan dua su­rat perintah pemblokiran harta ke­kayaan yang berkode No pol : R/­282/IV/2009/Dit II Eksus tanggal 24 April 2009 atas nama Gayus Tambunan yang di­tem­pat­kan di BCA cabang Pacifik Palace dan No pol R/283/IV/2009/Dit II Eksus tanggal 27 Ap­ril 2009 atas nama Gayus Ta­m­bu­nan di Bank Panin Indonesia ca­bang Bursa Efek Jakarta (BEJ).

Atas surat perintah tersebut, sela­ku kuasa hukum Gayus, Ha­posan mengambil inisiatif untuk me­mbela kliennya. Maka pada pukul 17.30 WIB di akhir Ag­ustus 2009, Lambertus yang dihu­bungi Haposan lewat telepon se­l­ulernya mengikuti pertemuan di Hotel Sultan. Pertemuan ini di­ha­diri Haposan, Peber EW Si­lalahi, Andi dan Gayus untuk mem­bahas dugaan tindak pidana pen­cucian uang dan korupsi atas nama Gayus.

Masih menurut jaksa, dalam per­temuan di Hotel Sultan, Ha­posan sempat menghubungi pen­yidik Kompol Arafat melalui selu­lernya. Haposan yang mem­besarkan volume telepon selu­ler­nya meminta petunjuk pada Ara­­fat seputar bisnis apa yang bisa dipakai guna meng-cover  ua­ng Gayus yang diblokir.

Arafat memberi masukan, bis­nis apa saja sebenarnya bisa dis­kenariokan. “Yang penting ja­n­gan bisnis batu bara. Karena bis­nis batu bara sering dipakai untuk ka­sus-kasus lain,” sitir JPU.

Maka disepakati bisnis yang di­anjurkan untuk diagendakan dal­am menyusun rekayasa kasus ini adalah bisnis sektor properti. Dengan cepat, untuk menyiasati an­caman pidana yang tengah di­se­lidiki Bareskrim, dibentuklah ko­ntrak antara Gayus dan Andi mengenai proyek pembangunan ruko di wilayah Ancol Timur, Jakut. Dalam proyek ini Lam­bertus membuat kwitansi Rp 28 mi­liar yang seolah-olah telah dise­rahterimakan uang dari reke­ning Gayus kepada Andi. “Pad­a­hal, uang di rekening itu di­pe­roleh dari wajib pajak bukan dari Andi,” kata jaksa Adhi Prabowo.

Lebih lanjut, untuk me­mu­luskan skenario ini, Lam­bertus me­nyiapkan materi ker­ja­sama ser­ta mendampingi Andi meng­ha­dapi penyidik.

Pertemuan selanjutnya pun di­gelar. Pada 31 Agustus pukul 24.00 WIB, Lambertus, Gayus dan Haposan kembali bertemu di Hotel Crystal untuk membahas kon­sep perjanjian kerjasama. Dar­i situ, Lambertus dan Gayus me­nindaklanjuti pertemuan di ru­mah Lambertus, Kebayoran La­ma, Jaksel guna membuat surat ker­jasama. Esok harinya pada 1 September sekitar pukul 09.00 WIB, Lambertus, Haposan, Andi, Ja­mes dan Peber Silalahi kembali ber­temu di Hotel Ambhara.

Lambertus ketika itu me­n­yerahkan surat perjanjian ker­jasama pada Gayus untuk di­tan­da­tangani. Surat perjanjian ker­jasama itu diberi tanggal mundur, 26 Mei 2008. Hal ini diduga JPU untuk menyesuaikan dengan tanggal penyerahan dana di reke­ning Gayus yang diblokir pen­yidik.

Selanjutnya, mereka berangkat ke Bareskrim menemui penyidik Ara­fat dan  Sri Sumartini. Saat itu, Lambertus ikut menemani Ga­yus yang diperiksa sebagai ter­san­gka atas tuduhan turut serta da­­lam pembuatan rekayasa per­jan­jian kerjasama tersebut. Da­lam per­janjian kerjasama itu dise­pa­kati ske­nario Andi meminta ua­ng pada Gayus, yang kemudian di­­sarankan oleh Gayus untuk me­min­ta pada Ha­posan. Andi pun me­ng­ontak Ha­posan.

Pertemuan Lanjutan Digelar Di Kantor Haposan

Selang dua hari setelah ske­nario rekayasa disampaikan ke­pada penyidik, Lambertus me­ne­mui Haposan di kantornya, La­n­tai 19, Gedung Patra Jasa, Jalan Gatot Subroto, Jakarta.

Menurut dakwaan jaksa, Lam­bertus ketika itu diberi Rp 100 ju­ta sebagai imbalan atas pe­ner­bitan surat kerjasama tanggal 26 Mei 2008. Dua hari setelah mene­rima uang dari Haposan, Lam­bertus kembali datang ke kantor Ha­posan untuk  menerima tam­bahan uang jasa Rp 150 juta.

Selanjutnya pada awal Sep­tember 2009, Lambertus kembali ber­t­emu Haposan dan Andi di kan­tornya. Saat itu juga, Andi mem­baca dan menandatangi ske­nario perjanjian kerjasama pro­yek poperti. Pada pertemuan ter­sebut, Andi dibriefing Lambertus ag­ar lancar dalam memberi kete­ran­gan pada penyidik.

Pengarahan itu berlanjut  hing­ga 27 September 2009. Kala itu Ga­­yus, Lambertus, Andi dan Ha­po­s­an sempat kembali ber­kom­pro­­mi di Hotel Kartika Chandra. Per­­­temuan tersebut diduga untuk me­m­a­tangkan skenario rekayasa atas kasus ini.

Pada Oktober 2009, dalam pe­meri­ksaan, Lambertus mengaku me­mohon pembukaan blokir re­kening atas nama Gayus di BCA dan Bank Panin. Adapun nomor  re­kening Gayus di BCA antara lai­n rekening deposito nomor 5375200781, 5375200730, 5375200748, 5375200756, 5375200764, 5375200772, 5375200799 dan rekening ta­ha­pan BCA nomor 4580336014, 4740198250,5375308999. Sedang­kan rekening  Bank Panin nomor 1207000722.

 Surat permohonan pembukaan blo­kir rekening  disampaikan pa­da 14 September 2009 dan dit­u­jukan pada Direktur II Eksus Ba­res­krim. Hasilnya lumayan mo­ncer, per­mo­ho­nan itu ditin­dak­lanjuti de­ngan surat pembukaan blo­kir re­kening atas nama Gayus den­gan no­mor surat R/804/XI/2009/ Bar­es­krim 26 Nov 2009 di­tu­­jukan pada Dirut BCA dan su­rat nomor R/805/XI/2009/Bar­es­krim tanggal 26 Nov 200 yang di­tu­jukan pada Dirut Bank Panin.

Kuasa hukum Lambertus yang di­wakili Petrus Ballapatyona men­ya­takan, dakwaan jaksa ter­ha­dap kliennya terlalu prematur. Ala­­sannya, keterlibatan kliennya da­­lam perkara ini hanya sebatas men­jalankan profesinya sebagai advokat.

Artinya, jelas Petrus, saat tuduhan rekayasa tersebut terjadi, klien­n­ya berstatus sebagai pen­ga­cara Andi. “Dia hanya me­nj­a­lankan perintah dari kliennya,” tegasnya.

Lambertus yang sempat ber­saksi dalam persidangan dengan ter­dakwa Kompol Arafat, meng­aku tidak tahu bahwa surat per­jan­jian itu sebagai rekayasa. “Saya ti­dak tahu, surat perjanjian itu tuj­ua­n­nya untuk apa. Saya di­mi­nta klien saya untuk membuat su­rat ter­sebut. Maka saya bu­at­kan,” ak­unya.

Hakim Harus Berani
Andi Rio, Anggota Komisi III DPR    

Skenario merancang reka­y­a­sa atas perkara Gayus Tam­bu­nan ini harus dibuka secara gam­­blang. Untuk itu, kebe­ra­nian aparat penegak hukum da­lam menelusuri dan meng­em­ban­g­kan kasus konspirasi pajak kakap ini harus terus didorong.

“Jangan digantung. Hanya ditu­ntaskan yang kecil-kecil sa­ja sementara yang kakap­nya di­biar­kan lolos,” ucap An­di Rio, anggota Komisi hu­kum DPR.

Dia menambahkan, selama ini wajah penegakan hukum di Ta­nah Air sudah tidak menentu, bah­kan cenderung salah kap­rah. Karena kelemahan pen­e­gakan hukum inilah, maka para mafia hukum bisa se­enaknya memanipulasi fakta-fakta.

Menurutnya, tidak hanya pa­da kasus Gayus ini saja terjadi reka­yasa. Pada perkara-perkara lain, unsur rekayasa kasus juga bisa diidentifikasi, namun anehnya sulit di­be­ran­tas.

Biasanya, lanjut dia, reka­yasa ka­sus melibatkan ter­san­g­ka, pen­ga­cara maupun pene­gak hu­kum den­gan menggu­nakan ke­panjangan ta­n­gan orang lain atau populer di­sebut dengan isti­lah markus per­­k­a­ra. “Mereka piawai me­main­kan ka­sus untuk tujuan ter­tentu atau me­na­ng­guk keuntungan pri­ba­di,” tuturnya.

Untuk itu, lagi-lagi ia men­de­sak ag­ar keberanian aparat pe­ne­gak hu­kum, terutama ka­lang­an hakim le­bih ditonjolkan. Ke­­­be­ranian itu, me­nurutnya, sa­ngat penting untuk mem­benahi in­s­titusi pengadilan ya­ng sel­ama ini carut-marut.

“Hakim harus berani meng­ambil tero­bosan. Jadi ha­rus dib­uka se­muanya agar tidak ja­di ba­han pe­r­tan­yaan. Kalau ter­bukti hakimnya ti­dak berani dan tegas, maka copot ha­ki­m­nya. Ga­nti dengan hakim ya­ng be­rani dan berintegritas tinggi da­­la­m menangani perkara,” tut­up­nya.

Harus Tuntas Sampai Akarnya
Alfons Leomau, Pengamat Hukum

Kesempatan emas mem­bong­­kar kasus mafia pajak ha­rus dijadikan momentum untuk mem­bongkar konspirasi yang lebih besar lagi.

Jika momentum ini tak di­man­­faatkan secara maksimal, bu­­kan tidak mungkin kasus yang dibongkar Komjen Susno Duad­ji akan sia-sia. “Jangan sam­pai kita membuang-buang wa­ktu dan energi percuma. Ka­sus ini harus tuntas sampai ke akar-akarnya,” ujar peng­amat hukum Kombes (Purn) Al­f­ons Leomau.

Kepada Rakyat Merdeka, pria asal NTT ini men­yayan­gkan penuntasan kasus mafia pa­jak yang sejauh ini masih ter­kesan berputar-putar. Per­masa­la­hannya, menurut dia, ke­beranian aparat dari tingkat ke­po­lisian, kejaksaan maupun peng­adilan dalam menangani kasus ini masih sangat minim.

Ia berpandangan, konspirasi da­lam kasus yang melibatkan se­deret oknum penegak hukum ini, ba­kal mencoreng citra korps ma­sing-ma­sing. “Penyelesaian kasus ini sangat ter­kait dengan citra pe­ne­gakan hu­kum yang saat ini sangat terpuruk,” tan­dasnya.

Selain menindak para pihak mau­pun aparat yang saat ini sudah di­bawa ke pengadilan, lanjut Alfons, pe­negak hukum juga harus men­indaklanjuti temuan-temuan baru ya­ng terkait dengan substansi per­masalahan ini. Artinya, kalau me­mang masih ada indikasi keter­li­ba­tan oknum lainnya, harus di­tin­dak­lanjuti secara trans­pa­ran dan ber­kesi­nambungan. “Jadi tidak ada ke­san tebang pilih di sini,” im­bu­hnya.  [RM]

Sumber : rakyatmerdeka.co.id
Baca juga:

Gayus: Saya Dapat Miliaran Gimana yang di Atas Saya
Orang Bernama Vincent Transfer Rp 1,2 Miliar ke Rekening Haposan
BURU-BURU BU...
ANAK BUAH ANGGORO
Berkas Perkara Bibit dan Chandra Tebalnya 15 Senti                      

1 komentar:

Silahkan memberikan komentar, masukan yang sifatnya membangun blog ini.

Cari Blog Ini