Jakarta (ANTARA) - Wakil Presiden Boediono mengatakan, radikalisme merupakan ancaman nyata yang dapat membahayakan sendi-sendi kehidupan bangsa dan negara Indonesia.
"Radikalisme merupakan ancaman riil yang bisa menceraiberaikan sendi-sendi kehidupan masyarakat," katanya saat memberikan sambutan pada Pembukaan "Global Peace Leadership Conference" di Jakarta, Sabtu.
Wapres menambahkan, dalam catatan sejarah peradaban manusia menurut tertoreh banyak sekali ketololan dan kepicikan. Padahal, manusia pasti mempunyai satu ciri dan karakteristik yang tidak mungkin diubah. Itu adalah karunia Tuhan yang dibawa sejak lahir.
"Apakah kulit kita coklat, kuning, putih, hitam itu bukanlah sebuah pilihan. Apakah kita lahir dari orangtua Muslim, Kristen, Hindu atau kepercayaan lain, bukan kehendak kita," tutur Boediono.
Namun, hingga kini manusia masih terjerat dalam pemahaman sempit. Di banyak negara, kata Boediono, masalah rasisme atau pertentangan antaragama masih menjadi persoalan mendasar, bahkan berbuah kekerasan.
"Kita mulai belajar memahami kemanusian secara hakiki untuk menyadari betapa indahnya perbedaan beragama dan keberagaman. Seharusnya, bumi kita menjadi taman sari peradaban yang indah dan serasi," ungkap Wapres.
Pada kesempatan itu, Boediono berharap adanya kesetaraan dan penghormatan terhadap individu, dan segala aspek kehidupan lebih mementingkan nilai-nilai universal berasaskan demokrasi dan hak asasi manusia yang meletakkan individu-individu pada sebuah kesetaraan lahir dan batin.
"Meskipun Islam merupakan agama mayoritas di Indonesia. Namun melalui sila pertama, Indonesia menjunjung tinggi nilai-nilai agama. Jika kita meninggalkan prinsip-prinsip dasar maka keberadaan negara Indonesia sebagai negara satu kesatuan dipastikan akan menuju kehancuran," kara Wapres.
Kegiatan Global Peace Leadership Conference dihadiri Ketua PBNU KH Agiel Siradj, Ketua penyelenggara Slamet Efendi Yusuf, Dr HYun Jin Moon Chairman GPFF, serta 100 peserta dari 17 negara dan 200 peserta dari dalam negeri. (T.R018/
Sumber : Yahoo.com
"Radikalisme merupakan ancaman riil yang bisa menceraiberaikan sendi-sendi kehidupan masyarakat," katanya saat memberikan sambutan pada Pembukaan "Global Peace Leadership Conference" di Jakarta, Sabtu.
Ia mengatakan, selama ini manusia memahami dirinya secara sempit, bahkan tidak jarang manusia sering mengkotak-kotakkan dirinya berdasarkan ras, warna kulit, bahasa, agama, kepercayaan, serta kebiasaan maupun pikirannya.
"Sayangnya, perbedaan-perbedaan tersebut malah kerapkali menjadi awal konflik dan pertentangan antarumat manusia, sesama ciptaan Sang Khalik," ujar Boediono.Wapres menambahkan, dalam catatan sejarah peradaban manusia menurut tertoreh banyak sekali ketololan dan kepicikan. Padahal, manusia pasti mempunyai satu ciri dan karakteristik yang tidak mungkin diubah. Itu adalah karunia Tuhan yang dibawa sejak lahir.
"Apakah kulit kita coklat, kuning, putih, hitam itu bukanlah sebuah pilihan. Apakah kita lahir dari orangtua Muslim, Kristen, Hindu atau kepercayaan lain, bukan kehendak kita," tutur Boediono.
Namun, hingga kini manusia masih terjerat dalam pemahaman sempit. Di banyak negara, kata Boediono, masalah rasisme atau pertentangan antaragama masih menjadi persoalan mendasar, bahkan berbuah kekerasan.
"Kita mulai belajar memahami kemanusian secara hakiki untuk menyadari betapa indahnya perbedaan beragama dan keberagaman. Seharusnya, bumi kita menjadi taman sari peradaban yang indah dan serasi," ungkap Wapres.
Pada kesempatan itu, Boediono berharap adanya kesetaraan dan penghormatan terhadap individu, dan segala aspek kehidupan lebih mementingkan nilai-nilai universal berasaskan demokrasi dan hak asasi manusia yang meletakkan individu-individu pada sebuah kesetaraan lahir dan batin.
"Meskipun Islam merupakan agama mayoritas di Indonesia. Namun melalui sila pertama, Indonesia menjunjung tinggi nilai-nilai agama. Jika kita meninggalkan prinsip-prinsip dasar maka keberadaan negara Indonesia sebagai negara satu kesatuan dipastikan akan menuju kehancuran," kara Wapres.
Kegiatan Global Peace Leadership Conference dihadiri Ketua PBNU KH Agiel Siradj, Ketua penyelenggara Slamet Efendi Yusuf, Dr HYun Jin Moon Chairman GPFF, serta 100 peserta dari 17 negara dan 200 peserta dari dalam negeri. (T.R018/
Sumber : Yahoo.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan memberikan komentar, masukan yang sifatnya membangun blog ini.