Mengenai Saya

Foto saya
Shio : Macan. Tenaga Specialist Surveillance Detection Team di Kedutaan Besar. Trainer Surveillance Detection Team di Kedutaan Besar Negara Asing. Pengajar part time masalah Surveillance Detection, observation techniques, Area and building Analysis, Traveling Analysis, Hostile surveillance Detection analysis di beberapa Kedutaan besar negara Asing, Hotel, Perusahaan Security. Bersedia bekerja sama dalam pelatihan surveillance Detection Team.. Business Intelligence and Security Intelligence Indonesia Private Investigator and Indonesia Private Detective service.. Membuat beberapa buku pegangan tentang Surveilance Detection dan Buku Kamus Mini Sureveillance Detection Inggris-Indonesia. Indonesia - Inggris. Member of Indonesian Citizen Reporter Association.

Jumat, 21 Januari 2011

Dialog Kebohongan Presiden(4)

Kamis, 20/01/2011 16:35 WIB
Dialog Kebohongan Presiden (4)
Teror Ala Gadis Tak Bisa Bungkam Agamawan 
M. Rizal - detikNews




Jakarta - Din Syamsudin kini harus menghadapi teror Gadis. Si Gadis ini bukan perempuan manis, ia adalah kelompok yang tidak suka dengan ketua umum PP Muhammadiyah itu. Gadis merupakan singkatan dari Gerakan Anti Din Syamsuddin.

Teror Gadis ini terjadi setelah Din bersama Tokoh Lintas Agama dan Pemuda mengritik keras pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Pak presiden dan para pembantunya disebut melakukan 18 kebohongan yang terdiri dari sembilan kebohongan lama dan sembilan kebohongan baru.

Gadis mengamuk dan memaki-maki Din dengan memasang 100 spanduk di sejumlah ruas jalan protokol ibukota. Spanduk antara lain terlihat di kawasan Blok M, Senayan, Pancoran, Gatot Subroto, Sudirman, Slipi, Thamrin, Monas, Senen dan Cilandak. Isi spanduk menghujat Din antara lain berbunyi "Din Syamsuddin Segeralah Bertaubat, Kembali Ke Jalan yang benar", "Kami Sudah Muak Dengan Povokasi Din Syamsuddin" dan "Din Provokator Berkedok Tokoh Agama/Intelektual".

Menghadapi teror Gadis, Din santai saja. Menurutnya gerakan tandiangan atas Gerakan Anti Kebohongan tidak perlu ditanggapi. "Saya pikir ini tidak perlu ditanggapi. Kalau ada seperti itu, saya bersyukur. Karena semakin banyak seperti itu akan semakin banyak pahala kepada saya karena saya dihujat," ujar Din.

Para tokoh agama yang mengkritik SBY juga tidak akan takut dengan aksi-aksi teror setelah mereka mengungkap kebohongan pemerintah. Gerakan Anti Kebohongan merupakan gerakan moral dan sudah ada sejak dulu serta tidak akan berhenti. "Saya tegaskan tokoh yang bergabung adalah agamawan yang merdeka. Saya hanya takut pada Tuhan masing-masing. Tidak bisa dikooptasi, " tegas Din.

Ketua Umum Persekutuan Gereja-gereja Indonesia (PGI) Pendeta Andreas Yewangoe juga menyatakan tidak khawatir akan mendapat masalah setelah membuat marah pemerintah. Hingga kini, Andreas mengaku belum mendapatkan teror ataupun tekanan. Namun bila pun ada tekanan terhadap dirinya, Andreas akan menganggapnya sebagai risiko saja. "Namun sampai sekarang belum ada seperti itu," kata Andreas.

Selain harus menghadapi hujatan ataupun ancaman, para tokoh agama juga diragukan kemurnian kritiknya. Para agamawan semestinya menyoroti masalah agama saja, tidak usah menyerempet masalah politik. Menanggapi hal itu, Andreas menyatakan, agamawan tidak akan turun tangan mengurusi masalah negara bila elit politik masih berfungsi secara normal. Tapi masalahnya sekarang yang terjadi DPR dan partai politik ribut sendiri untuk kepentingannya masing-masing.

Mantan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Hasyim MUzadi juga menyatakan tidak masalah agamawan mengkritisi pemerintah karena posisi tokoh agamawan sebenarnya adalah penjaga moral bangsa. "Boleh saja berbicara politik, ekonomi, hukum, pendidikan, budaya, ketahanan, keamanan dalam rangka moral, bukan ingin mengambil kedudukan kekuasaan. Biasanya tokoh agama akan tampil, ketika tokoh politik turun pamornya," kata Hasyim.

Ahli filsafat politik Rocky Gerung menilai para agamawan yang menyebut SBY berbohong masih murni dan masih dalam posisinya sebagai agamawan. Kritik soal kebohongan tersebut sebenarnya merupakan hal yang biasa dan sudah sering disuarakan oleh pihak lain seperti aktivis atau pengamat. Namun karena yang menyuarakan agamawan kritik tersebut lebih terdengar. Kritik itu memiliki muatan politis karena menyentuh presiden maka dimensi politik pun masuk.

"Saya lihat masih murni. Posisi ideal kaum agamawan itu bukan di masjid atau di gereja tapi di dalam rumah rakyat. Tugas kemanusiaan ya di tengah manusia bukan di dalam forum agama. Yang diucapkan agamawan itu yang ideal dalam posisi dia untuk membahasakan apa yang dianggap sebagai hal-hal kemanusiaan," cetus dosen Universitas Indonesia (UI) tersebut.

Tak Berubah Setelah Keluar Istana

Muncul juga tudingan para tokoh agama punya pamrih mengritik SBY. Terlebih setelah kritik keluar, Din mengirim SMS ke Presiden SBY meminta untuk bertemu. Dan para tokoh agamawan itu pun kemudian ramai-ramai masuk istana, bertemu dengan pihak yang disebut berbohong itu. Banyak pihak yang menyayangkan sikap agamawan ini.

"Din Syamsudin itu keliru, mengirim SMS minta ketemu. Saya tidak tahu apa motif dia. Agamawan itu kan idealnya ibarat brahmana, kalau dia menilai ada yang gawat darurat, dia akan keluar biara untuk menyampaikan kepeduliannya, setelah itu kembali ke biara, tidak perlu sampai masuk istana," kata pengamat politik yang juga mantan aktivis 1980-an Fadjroel Rahman.

Namun Andreas meyakinkan pihaknya tidak memiliki pamrih kecuali mengingatkan pemerintah tentang kondisi bangsa yang sudah sangat mengkhawatirkan. "Kami yakin apa yang kami lakukan itu tidak ada pretensi apapun, kecuali untuk mengingatkan," kata Andreas.

Rocky Gerung juga tidak sependapat dengan penilaian Fadjroel. Bagi Rocky, di masyarakat terbuka tak ada lagi yang namanya sekat kalau agamawan harus tinggal di biara, masjid atau gereja dan tidak boleh ke istana. Istana idealnya juga menjadi milik publik yang terbuka bagi warga negara dan tidak haram dimasuki kaum agamawan. Menurut Rocky, tidak perlu diperumit mengenai agamawan masuk istana atau tidak. Yang terpenting adalah subtansi persoalan yang sudah dikemukakan oleh para penjaga moral tersebut.

"Soal agamawan masuk istana atau bukan itu bukan persoalan yang ada. Persoalan yang ada adalah dibutuhkannya ketegasan dan kejernihan hati nurani untuk memperlihatkan yang tidak terselenggara di negara," tegas Rocky.

Boleh-boleh saja agamawan masuk istana untuk mengkomunikasikan pesan yang sudah disampaikan. Masyarakat tinggal melihat bagaimana sikap mereka setelah pertemuan di istana tersebut. "Kan yang terpenting setelah keluar dari istana sikapnya tidak berubah," cetus Rocky.

Rocky dan Fadjroel juga mengimbau pemerintah SBY dan para pendukungnya juga tidak perlu berlebihan menghadapi kritik agamawan. Kritikan soal kebohongan itu sebaiknya diterima saja sebagai kritik dan tidak perlu ditafrsirkan lebih jauh sebagai gerakan pemakzulan. Bila pun ingin membantah, lakukan bantahan dengan langkah-langkah yang faktual yang bisa dilihat langsung oleh rakyat.

"Ini soal mengembalikan legitimasi moral, yang paling gampang ikuti saja pernyataan 9 kebohongan yang dilontarkan kalangan agamawan dan langsung jawab. Kalau disebut bohong dalam kasus Gayus, langsung jawab dengan menangkap 149 penyuap Gayus. Ini data empiris harus dijawab dengan empiris," jelas Fadjroel.
(zal/iy)
sumber : detiknews. /Kamis, 20 Januari 2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan memberikan komentar, masukan yang sifatnya membangun blog ini.

Cari Blog Ini