Mengenai Saya

Foto saya
Shio : Macan. Tenaga Specialist Surveillance Detection Team di Kedutaan Besar. Trainer Surveillance Detection Team di Kedutaan Besar Negara Asing. Pengajar part time masalah Surveillance Detection, observation techniques, Area and building Analysis, Traveling Analysis, Hostile surveillance Detection analysis di beberapa Kedutaan besar negara Asing, Hotel, Perusahaan Security. Bersedia bekerja sama dalam pelatihan surveillance Detection Team.. Business Intelligence and Security Intelligence Indonesia Private Investigator and Indonesia Private Detective service.. Membuat beberapa buku pegangan tentang Surveilance Detection dan Buku Kamus Mini Sureveillance Detection Inggris-Indonesia. Indonesia - Inggris. Member of Indonesian Citizen Reporter Association.

Jumat, 21 Januari 2011

Dialog Kebohongan Presiden (3)

Kamis, 20/01/2011 15:55 WIB
Dialog Kebohongan Presiden (3)
Legitimasi Moral Hilang, Ditiup Angin Saja SBY Jatuh 
Iin Yumiyanti,Deden Gunawan - detikNews




Jakarta - Istana kembali bergeming dengan tudingan melakukan kebohongan publik. Setelah melakukan dialog dengan tokoh agama, istana bahkan makin yakin para agamawan itu tidak pernah menyebut pemerintah SBY berbohong. Para tokoh agama itu, katanya, hanya ingin lebih sering berkomunikasi dengan presiden.

Staf khusus Presiden Bidang Informasi Heru Lelono, menyatakan dalam  dialog yang dilakukan antara SBY dan sejumlah tokoh agama terungkap, tidak ada peryataan kebohongan dari tokoh-tokoh itu. "Romo Magnis Suseno mengataka dirinya tidak menyatakan pemerintah bohong kepada siapapun. Jadi ini harus diklarifikasi," tegas Heru.

Menurut Heru, dalam dialog itu intinya para tokoh lintas agama berharap bisa sering berkomunikasi dengan presiden. Kritikan yang disampaikan mereka, kata Lelono, memang selama ini juga menjadi program inti pemerintah. "Jadi sebuah dialog seburuk apapun selalu ada hal yang penting dan berhikmah. Dan pemerintah akan terus bekerja dengan memanfaatkan hikmah segala kritik tersebut," kata Heru.

Ketua Persekutuan Gereja Indonesia (PGI) Andreas Yewangoe menuturkan munculnya istilah kebohongan publik memang bukan berasal dari kaum agamawan langsung, melainkan dari Badan Pekerja Gerakan Tokoh Lintas Agama yang terdiri dari orang-orang muda dan aktivis. Draf 18 kebohongan yang beredar itu sebenarnya masih mentah. Namun tokoh agama setuju isi pernyataan 18 kebohongan itu. "Ditekankan para tokoh agama bahwa secara substantif kita sepakat, yaitu memang ada hal-hal yang tidak cocok di antara yang dijanjikan dengan yang ada di masyarakat," kata Andreas.

Mantan Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Hasyim Muzadi juga sepakat pemerintah melakukan kebohongan publik. Ia mencontohkan, aroma rekayasa dalam penanganan kasus hukum di Indonesia bukan masalah baru. Muzadi menyebut, kasus Lapindo, Century, dan Gayus berujung pada rekayasa untuk pencitraan.

Istana diingatkan tidak agar tidak menganggap enteng kritikan dari kaum agamawan tersebut.Tudingan bohong yang dilontarkan agamawan tidak bisa hanya dijawab dengan menggelar dialog dengan para tokoh agama itu saja. Menurut Sekjen Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Anis Matta, SBY seringkali hanya 'memamerkan' telah rapat ini dan itu. Padahal, yang paling penting menurut politisi asal Makassar ini adalah hasil yang telah didapatkan. "SBY hanya memperlihatkan tontonan rapat saja, orang sekarang mengharap hasilnya bukan proses, bukan rapat," kata Anis.

Pernyataan kebohongan SBY oleh agamawan semestinya diwaspadai sebagai hilangnya legitimasi moral SBY. Pemerintahan bisa tetap bertahan karena memiliki legitimasi moral dan legitimasi politik. Legitimasi moral diberikan oleh agamawan. Politik oleh partai politik. Dengan agamawan menyatakan pemerintah berbohong sama artinya agamawan telah mencabut legitimasi moral SBY.

Kata Fajroel. sikap tokoh lintas agama sesuatu yang sangat mengejutkan. Sebab agamawan itu dalam pewayangan kan kelompok brahmana. Kalau mereka tak percaya pada pemerintah, itu artinya pemerintah sudah habis.

"Dengan sekarang legitimasi moral pemerintah SBY dicabut oleh kalangan agamawan, artinya dia hanya mengandalkan diri dari kekuatan politik saja tanpa legitimasi moral, ini ditiup angin bisa jatuh," kata pengamat politik yang juga mantan aktivis 1980-an Fadjroel Rachman.

Soal eksistensi tokoh lintas agama itu juga dianggap Fajroel sudah mewakili kelompok agama yang ada di Indonesia. Para tokoh itu sudah mempresentasikan sejumlah kelompok agama yang ada di Indonesia. Jadi pernyataan tokoh lintas agama tersebut dianggap sebagai hukuman moral terhadap kekuatan politik.

Fajroel kemudian mewanti-wanti pemerintah kalau gerakan tokoh lintas agama ini bisa berujung pada penjatuhan. Ini juga terjadi pada Soeharto, saat itu legitimasi moral hilang dengan munculnya ketidakpercayaan dari masyarakat.

"Kasus SBY ini lebih berat daripada kasus Soeharto. Zaman Soeharto tak ada kelompok agama yang menyatakan seperti itu, rezim Soeharto tak dinyatakan para ulama atau pendeta sebagai rezim pembohong,"  ujarnya.

Fajroel memprediksi, dengan kondisi ini akan menjadi kekuatan bagi simpul-simpul massa untuk turun ke jalan. Hanya saja untuk pengerahan massa seperti pada aksi 1998, saat ini belum terlihat. Karena untuk gerakan sangat besar dibutuhkan momentum ekonomi. Sebab keruntuhan rezim Soeharto selain tidak ada kepercayaan masyarakat, kondisi ekonomi negara saat itu sedang terpuruk sehingga bisa membangkitkan emosi masyarakat.

Berbeda dengan Fajroel, aktivis pemuda Haris Rusli Motti melihat, kegusaran sejumlah tokoh agama ini justru bisa menjadi momentum untuk melakukan gerakan untuk mendesak SBY-Boediono mundur.

Kalau pada 1998 mahasiswa yang jadi martir, ujar Haris, sekarang tokoh agama yang siap mejadi martir. Jadi gerakan tokoh senior ini merupakan kekuatan besar bagi aksi untuk mendesak SBY-Boediono mundur. Karena mereka sudah tidak memiliki
kepercayaan publik.

Haris megatakan, hilangnya kepercayaan masyarakat tersebut bukan hanya dari sisi moral. Sebab hampir semua simpul masyarakat sudah tidak percaya kepada pemerintahan SBY. Ia mencotohkan, para purnawirawan menganggap SBY tidak bisa menjaga ideologi, para guru merasa kurang dapat perhatian, begitupun dengan pelaku usaha. Jadi ketidakpercayaan ini membuktikan kalau pemerintahan SBY selama 6 tahun 100 hari tidak bisa dipercaya.

Koordinator petisi 28 ini juga mengatakan, sejumlah elemen pemuda kampung dan kampus berencana akan melakukan aksi besar-besaran pada 28 Januari mendatang. Aksi yang akan dilakukan di depan istana dan sejumlah daerah ini juga akan
diwarnai dengan pembakaran foto-foto SBY-Boediono.

Adapun isu yang akan diusung, selain soal masalah pangan dan kemiskinan, masalah penegakan hukum juga akan dijadikan amunisi aksi demo tersebut. Misalnya soal Gayus dan Century. "Saat ini kami sedang melakukan konsolidasi dengan simpul-simpul massa yang lain. Kita akan mendesak SBY mundur. Karena selama 6 tahun 100 hari berkuasa tidak mampu menunjukan keberhasilan," pungkasnya.
(ddg/iy)
Sumber : detiknews, Kamis, 20 Januari 2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan memberikan komentar, masukan yang sifatnya membangun blog ini.

Cari Blog Ini