Mengenai Saya

Foto saya
Shio : Macan. Tenaga Specialist Surveillance Detection Team di Kedutaan Besar. Trainer Surveillance Detection Team di Kedutaan Besar Negara Asing. Pengajar part time masalah Surveillance Detection, observation techniques, Area and building Analysis, Traveling Analysis, Hostile surveillance Detection analysis di beberapa Kedutaan besar negara Asing, Hotel, Perusahaan Security. Bersedia bekerja sama dalam pelatihan surveillance Detection Team.. Business Intelligence and Security Intelligence Indonesia Private Investigator and Indonesia Private Detective service.. Membuat beberapa buku pegangan tentang Surveilance Detection dan Buku Kamus Mini Sureveillance Detection Inggris-Indonesia. Indonesia - Inggris. Member of Indonesian Citizen Reporter Association.

Jumat, 21 Januari 2011

Dialog Kebohongan Presiden (2)

Kamis, 20/01/2011 14:18 WIB
Dialog Kebohongan Presiden (2)
Positif, Agamawan Kecewa dengan Dialog Presiden 
Deden Gunawan - detikNews



Jakarta - Ketua Persekutuan Gereja Indonesia (PGI) Andreas Yewangoe kaget begitu sampai di Istana Negara. Selasa (18/1/2011) malam itu, Andreas mendapat undangan ke istana setelah memanasnya berita soal daftar kebohongan pemerintahan SBY. Andreas termasuk salah satu tokoh lintas agama yang menandatangani dan menyerukan gerakan antikebohongan.

Andreas tidak menyangka bila pertemuan dengan presiden dihadiri oleh sekitar 100 orang. Presiden didampingi dengan begitu banyak menteri dan berbagai kalangan. "Terus terang kami agak kaget, dengan begitu banyak menteri banyak yang hadir dan begitu luas. Sehingga kami berpendapat, kalau begini luas pertemuannya, tidak efektik nantinya," kata Andreas kepada detikcom.

Pada 10 Januari, Andreas bersama tokoh lintas agama lainnya yakni antara lain Syafii Maarif, Din Syamsuddin, Mgr MD Situmorang, Pendeta Andreas A Yewangoe, Bhikku Sri Pannyavaro, Nyoman Udayana Sangging, KH Salahudin Wahid, Franz Magnis
Suseno, dan Djohan Effendi menggelar pertemuan untuk membahas kondisi bangsa.

Pertemuan yang juga diikuti oleh badan pekerja itu menghasilkan draf tentang 18 kebohongan pemerintah. Kebohongan tersebut terbagi dalam sembilan kebohongan lama dan sembilan kebohongan baru. Kebohongan itu antara lain mengenai masalah angka kemiskinan yang semakin meningkat, kebutuhan masyarakat yang belum terpenuhi, ketahanan pangan dan energi yang gagal total, anggaran pendidikan yang terus menurun, pemberantasan teroris yang belum maksimal, penegakan HAM yang tidak ada tindak lanjut hukumnya, kasus Lapindo yang penyelesaiannya belum jelas, kasus Newmont, freeport, sampai masalah Bank Centuri dan Gayus Tambunan.

Draf itu kemudian muncul di media massa dan membuat panas istana. Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Djoko Suyanto mengatakan, pemerintah tidak pernah berbohong kepada rakyat tentang prestasi yang telah dicapai. Presiden SBY kemudian juga mengundang para tokoh agama untuk melakukan dialog.

Dialog pun digelar Selasa malam itu. Sejumlah wartawan dan juga tentunya televisi meliput penuh acara itu. Dua stasiun TV bahkan live malam itu. Pertemuan dibuka dengan makan malam bersama presiden. Lalu Presiden memulai pidatonya yang lamanya mungkin sekitar 7 menitan. Isi pidato antara lain senang dengan adanya pertemuan tersebut dan meminta saling membuka diri dan lain sebagainya.

Setelah pidato SBY, tokoh lintas agama dipersilakan untuk mengungkapkan persoalan dan diberi ruang untuk tanya jawab. Namun saat Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsudin akan menyampaikan pernyataannya, para wartawan diminta keluar. Bahkan wartawan tidak hanya disuruh keluar dari aula, tapi juga dari gedung Istana Negara.

"Kami minta kepada Pak Din untuk meminta kepada Presiden supaya percakapan ini bersifat terbuka dan live di media massa, khususnya televisi. Tetapi Presiden menjawab, kalau saya tak salah ingat, memang sebaiknya tak begitu, sebab nanti tanggapan di masyarakat bisa beranekaragam," jelas Andreas.

Pertemuan berakhir sekitar pukul 01.00 WIB dini hari. Keluar dari istana para tokoh agama memendam kekecewaan. Andreas misalnya menilai pertemuan dengan SBY malam itu tidak menyentuh subtansi permasalahan. "Waktunya sedikit sehigga tidak bisa mendalam ke dalam masalah yang substansial, itu seperti basa-basi saja dengan presiden," kata Andreas.

Din Syamsudi merasa diperlakukan tidak adil karena hanya pidato presiden yang boleh diliput oleh media massa. Din juga merasa kecewa karena SBY tidak memerintahkan agar penanganan kasus Gayus Tambunan diserahkan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Padahal SBY dinilai punya kewenangan untuk memeritahkan itu.

"Presiden bilang masalah Gayus sudah ditangani Polri dan KPK. Seharusya KPK yang diperintahkan untuk menseriusi penanganan kasus Gayus. Kalau Polri kan kita sudah bisa lihat hasilnya," ujar Din.

Pujian pada SBY malam itu hanya diberikan oleh Ketua Walubi Hartati Murdaya.Menurut Hartati, pertemuan berjalan dengan sejuk. Hartati pun memuji Presiden SBY atas kinerjanya selama ini. "Soal kemiskinan, negara maju juga banyak kemiskinannya kan. Untuk mengatakan kebohongan, itu berlebihan," kata Hartati.

Sejatinya pertemuan tersebut merupakan agenda SBY yang sangat penting. Staf khusus presiden Daniel Sparinga menyatakan, SBY bahkan menghapus sejumlah agenda hanya untuk bertemu dengan tokoh agama malam itu. Tapi apa boleh buat pertemuan itu dinilai sia-sia saja. Bagi Syafii Maarif tidak perlu digelar pertemuan lanjutan karena pemerintah tidak pernah serius menanggapi kritik publik.

Pengamat politik Burhauddin Muhtadi saat dihubungi detikcom menyatakan, masih adanya rasa kecewa sejumlah tokoh lintas agama pasca dialog sangat positif. Sebab jika para tokoh agama hanya manut saja dengan kebijakan dan kinerja penguasa akan berbahaya. Nanti ketika ada kebijakan yang merugikan rakyat akhirnya yang terjadi kekacauan. Sebab bahasa rakyat kan berbeda dengan dengan tokoh-tokoh di masyarakat.

"Kalau bahasa rakyat kan cederung panas karena menyedot aksi massa. Kalau para tokoh yang datang untuk protes suasananya lebih kondusif karena para tokoh agama lebih mengutamakan musyawarah,"  jelasnya.

Namun sekalipun tanpa aksi massa, kata Muhtadi, kritikan para tokoh agama tersebut membuat pemerintahan SBY sangat terpukul. Sebab dengan menyebutkan pemerintah melakukan 18 kebohongan sudah merupakan tonjokan yang sangat keras.

"Kalau LSM atau pengamat politik yang kritik mungkin SBY tidak akan terganggu. Tapi kalau yang kritik para tokoh agama tentu pemeritah merasa dipukul secara telak," kata Burhanudin.

Sementara itu, setelah dialog dengan presiden mengecewakan, tokoh lintas agama dan pemuda makin solid menggalang gerakan antikebohongan. Maarif Institute yang terletak di Jalan Tebet Dalam Barat, Jakarta Selatan, dijadikan Pusat Rumah Pengaduan Kebohongan Publik (RPKB). Rumah ini untuk menampung aspirasi masyarakat yang merasa dibohongi pemerintah atau pejabat publik.

Koordinator Badan Pekerja Gerakan Tokoh Lintas Agama Melawan Kebohongan, Chalid Muhammad, mengatakan, RPKB akan dijadikan tempat untuk menganalisis apakah data-data kebohongan yang dilansir atau diadukan pada masyarakat sebuah kebohongan atau tidak.

Saat ini, ujar Chalid, sudah ada 18 RPKB di Jakarta. Dan kemugkinan akan berdiri juga di sejumlah daerah, Surabaya, Semarang, Bandung, NTT, Kalsel dan daerah lainya. Nantinya seluruh pengaduan yang mampir ke sejumlah RKPB di sejumlah daerah tersebut akan dikirim ke Maarif Institute untuk dianalisa.

"Gerakan ini sangat ditentukan oleh sejauh mana respons dari pemerintah. Mudah-mudahan pemerintah bisa menjawab secara subtansial pengaduan-pengaduan dari masyarakat yang merasa dibohongi oleh pemerintah," terang Chalid.

(ddg/iy)
sumber : detiknews. /Kamis, 20 Januari 2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan memberikan komentar, masukan yang sifatnya membangun blog ini.

Cari Blog Ini