Mengenai Saya

Foto saya
Shio : Macan. Tenaga Specialist Surveillance Detection Team di Kedutaan Besar. Trainer Surveillance Detection Team di Kedutaan Besar Negara Asing. Pengajar part time masalah Surveillance Detection, observation techniques, Area and building Analysis, Traveling Analysis, Hostile surveillance Detection analysis di beberapa Kedutaan besar negara Asing, Hotel, Perusahaan Security. Bersedia bekerja sama dalam pelatihan surveillance Detection Team.. Business Intelligence and Security Intelligence Indonesia Private Investigator and Indonesia Private Detective service.. Membuat beberapa buku pegangan tentang Surveilance Detection dan Buku Kamus Mini Sureveillance Detection Inggris-Indonesia. Indonesia - Inggris. Member of Indonesian Citizen Reporter Association.

Kamis, 03 Maret 2011

Bos Golkar & Gerindra Saling Jaga Marwah

Headline

Ketum Partai Golkar Aburizal Bakrie dan Ketua Dewan Pembina Gerindra Prabowo Subijanto - inilah.com
Oleh: Herdi Sahrasad
Nasional - Kamis, 3 Maret 2011 | 14:27 WIB
INILAH.COM, Jakarta - Ketua Umum DPP Partai Golkar Aburizal Bakrie dan Ketua Dewan Pembina DPP Partai Gerindra Prabowo Subijanto saling menjaga ‘marwah, wibawa dan martabat’ dalam kasus hak angket pajak di DPR.
Akibatnya, gesekankepentingan saling berhimpitan di antara mereka. Situasi ini jelas menguntungkan Demokrat. Berbagai kepentingan berhimpitan dalam kasus angket pajak DPR yang kemudian kandas.
Kegagalan itu tak lepas dari peran Gerindra yang menolak usul hak angket dan mendukung Demokrat serta sejumlah anggota Fraksi PDIP tidak hadir memberikan suara ketika voting dilakukan.
Para analis politik melihat, Golkar berkepentingan mengusung hak angket soal pajak karena keterbukaan soal itu menjadi bukti bahwa tidak ada masalah pajak yang menimpa Bakrie Group pimpinan Aburizal Bakrie. Bakrie Group siap buka-buka dan menyilakan kasus-kasus mafia pajak dibuka dan dituntaskan.
“Bakrie Group sudah siap buka-bukaan karena yakin tak tersangkut mafia pajak yang pernah ditiupkan staf khusus istana dan kalangan lainnnya. Aburizal ingin clear dan tuntas dalam kasus mafia pajak itu dan Golkar seakan berada di atas angin,” kata pengamat politik Umar S Bakry, Direktur Lembaga Survei Nasional (LSN).
Sementara Prabowo dan Gerindra boleh jadi kecewa kepada Golkar karena mendukung Osman Sapta merebut organisasi Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI). Padahal HKTI selama ini menjadi ‘daerah kekuasaan’Prabowo.
Meski di Golkar ada Titiek Soeharto, mantan istri Prabowo, nampaknyasikap partai berlambang pohon beringin itu tidak ‘memberi angin sejuk’ bagi Prabowo dalam kasus HKTI. Prabowo merasa dipermalukan dan dikecewakan.
“Karena itu, untuk menjawa marwah dan martabat Prabowo, boleh jadi Prabowo gabung koalisi SBY dan masuk kabinet,” kata pengamat politik Dr Ari Bainus dari Fisip UniversitasPadjadjaran.
Sementaraguru besar Fisip UI Prof Iberamsjah menilai, Prabowo dan Gerindra sudah cerdas dan tak mau dipermainkan Golkar, sehingga mampu menangkap peluang untuk melakukan langkah yang tepat yakni tak mendukung angket pajak di DPR.
Iberamsjah yakin keputusan Gerindra mendukung Demokrat murni karena tak mau lagi berada di bawah bayang-bayang PDIP dan Partai Golkar. “Gerindra ingin mandiri karena sudah punya capres,” urainya.
Kebijakan menolak Hak Angket Pajak, kata Iberamsjah sengaja dipilih Gerindra karena ingin persoalan penuntasan masalah pajak diserahkan ke aparat penegak hukum. Bukan karena pertimbangan ada deal dengan Partai Demokrat.
Dengan benturan kepentingan Golkar dan Gerindra dalam kasus angket pajak, maka bisa dimengerti kalau Aburizal dan Prabowo bertabrakan kepentingannya, dan itu biasa dalam politik.
Sejauh ini, dinamika politik yang mengancam posisi Golkar (dan PKS) terus bergulir. Pasca-hak usulan hak angket pajak, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meminta ketegasan sikap dari partai-partai koalisi pendukung pemerintah apakah akan tetap seiya sejalan atau tidak.
Kegagalan angket ini tak kondusif bagi perjuangan menuntaskan mafia pajak, namun menguntungkan Demokrat. Gerindra pun dinilai berpeluang besar untuk bergabung dalam koalisi menggantikan kekosongan kursi kabinet jika PKS dan Golkar dikurangi jatah kursinya atau justru ditendang keluar dari koalisi. Ini politik praktis dan transaksional di era reformasi yang gagal. [mdr]
Sumber : inilah,com /Kamis, 3 Maret 2011 | 14:27 WIB

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan memberikan komentar, masukan yang sifatnya membangun blog ini.

Cari Blog Ini