Senin, 17/01/2011 17:18 WIB
Uji Nyali KPK Atas Gayus (5)
Buyung: Kasus Gayus Tak Selesai Permainan Pajak Makin Bahaya
M. Rizal - detikNews
Adnan Buyung (Andi/detikcom)
Jakarta - Banyak kalangan kini mendesak agar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di bawah pimpinan M Busyro Muqodas untuk mengambil kasus suap pajak Gayus Tambunan. Alasannya,
masyarakat hilang kepercayaan kepada Polri dan Kejaksaan Agung dalam penuntasan kasus yang tak kunjung selesai. Apalagi sekarang muncul justru Satuan Tugas (Satgas) Pemberantasan Mafia Hukum dianggap main-main dalam kasus ini.
Ketua Tim Pengacara Gayus Tambunan Adnan Buyung Nasution menyatakan dukungannya soal keterlibatan KPK untuk membongkar lebih jauh kasus suap pajak itu, sebab ini sudah menjadi amanat Undang-undang. Bahkan, seharusnya sejak awal kasus ini muncul, KPK harus dilibatkan. Dan,
Polri, Kejagung dan Satgas Mafia Hukum menyerahkan perkara ini ke KPK, karena tak mampu menyelesaikannya.
Buyung yang merupakan mantan anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) juga menyindir ketidaktegasan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) melihat kasus ini. Bahkan Presiden SBY membiarkan begitu saja ketika sistem hukum, peradilan dan sistem kepolisian tidak berjalan dengan semestinya. Karenanya, Buyung tidak sepakat bila kasus ini dikatakan dijadikan komoditas politik di Istana Negara.
Berikut petikan wawancara detikcom dengan Adnan Buyung Nasution:
Bagaimana bila Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangani kasus suap Gayus?
Sebenarnya sejak awal saya juga minta begitu. Kalau sekarang KPK betul-betul mau bertekad menangani kasus Gayus, dan lembaga penegak hukum lainnya Kejaksaan dan Satgas Mafia Hukum mau menyerahkan semua bukti yang dimikiki ke KPK, semua terbuka, saya yakin ini semua dibongkar. Tetapi kalau ini hanya separuh-separuh, Kejaksaan dan Polri bekerja sendiri-sendiri, Satgas Mafia Hukum juga tidak terbuka membantu data, ini sulit.
Tapi kalau semua kompak ini akan mudah dan cepat perkara ini selesai. Jadi ini tergantung kemauan baik dan kejujuran semua aparat penegak hukum, sesuai Undang-undang, mau menyerahkan semua perkara kepada KPK untuk menyelesaikan perkara ini, atau perkara hukum lainnya yang tidak jelas yang ada di Kepolisian dan Kejaksaan.
Jadi semua itu wewenang yang sudah diberikan oleh UU dan itu harus digunakan oleh KPK. Makanya kalau dulu sudah ada UU, tapi KPK-nya tidak punya nyali, ganti saja. Tapi sekarang sudah yang baru dan ada keberanian. Sekarang mereka sudah sadar bahwa KPK punya keberanian itu.
Apa saja yang tidak disentuh polisi dan jaksa, sehingga KPK harus tampil?
Sebenarnya ini sudah pernah disebutkan semua, apalagi ceritanya pernah dibuka semua. Tapi begini, sebenarnya
soal uang Rp 25 miliar dari mana? Ketika ada temuan dari PPATK ketika meneliti rekening Susno Duadji soal uang Rp 25 miliar. Itu kan dicurigai hasil kejahatan, apa money laundering,
kenapa itu tidak dibuka? Kenapa perkara pokok ini tak dibuka dulu? Dari mana uang itu? Siapa pengemplang pajak yang memberikan uang itu ke Gayus? Kan begitu, supaya ketahuan ada apa itu, karena belum tentu salah juga.
Kalau uang itu benar-benar diperiksa, ternyata tidak ada apa-apanya, bukan uang kejahatan, kan dikembalikan kepada pemiliknya. Tapi sebaliknya, kalau itu memang uang hasil kejahatan, setelah diperiksa polisi dan dibawa ke persidangan dan terbukti hasil kejahatan, maka uang itu disita dan dirampas buat negara, uang rakyat yang masuk dalam kas negara.
Jadi itu ada gunanya, tapi sekarang kan perkara seperti tidak ada gunanya, terkatung-katung membuat heboh saja. Menjadi berita yang simpang siur di sejumlah media, sehingga membuat bingung masyarakat. Nah, pers juga harus jujur dan berani untuk memberitakan kasus ini agar ada penyelesaian.
Kasus ini kan rumit melibatkan pejabat, pengusaha dan politisi. Sejauh mana kekuatan KPK untuk menangani kasus ini?
Saya masih yakin dengan KPK yang saat ini dipimpin
Busyro Muqoddas, dia itu orangnya berani. Tekanan itu tentu saja ada, terutama dari orang-orang yang ketakutan mafia pajaknya terbongkar. Begitu juga yang mafia hukum, mereka mencari jalan, tapi Busyro bukan orang yang gampang dipengaruhi.
Dari pandangan Bang Buyung, Istana Presiden itu mendukung tidak terhadap pengusutan kasus suap Gayus ini?
Iya saya kira dari obrolannya serius. Tetapi kenyataannya agak tidak diaktifkan, karena tidak ada campur tangan untuk menuntaskan masalah.
Kalau Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) betul-betul menyadari bahwa ini perkara ini sudah seperti benang kusut, dia harus segera mengambil tindakan yang drastis untuk membuka masalah ini.
Misalnya, soal uang Rp 25 miliar itu tidak jelas ke mana perginya, padahal itu sumber masalah pertama.
Ya, dia tinggal perintahkan Kapolri, saya beri tempo saudara dalam satu minggu atau tiga hari selesaikan, selidiki ke mana uang Rp 25 miliar itu, siapa yang terlibat lalu sidang, kan selesai. Belum kasus jaksa yang mengatur perkara penggelapan yang bebas di Tangerang. Kan itu semua pemerintah, apa salahnya sih pemerintah untuk ungkapkan ini semua.
Kasus ini semakin rumit ketika terjadi politisasi, apakah Istana menjadikan kasus ini sebagai komoditas politik?
Saya tidak sepakat ini dibilang komoditas politik, karena tidak ada jual beli di sini. Tetapi yang ada itu adalah ketidakmampuan pengembangan, ketidakbijakan dari pemerintahan dalam mengurus masalah negara. Kan itu tidak tegas semua. Misalnya sistem hukum, sistem peradilan dan sistem kepolisian, nah
sistem ini nggak jalan, Presiden harus berani campur tangan. Jangan malah berlagak dengan dalih tidak mau intervensi.
Nah kemudian kalau intervensi, siapa yang intervensinya. Apakah Presiden sudah perintahkan Kapolri dan Jaksa Agungnya untuk selesaikan perkara ini? Atau sudah panggil KPK, karena ini punya wewenang, ambil itu perkara dari Polri.
Kenapa ini dibiarkan begitu saja, kenapa harus takut. Panggil polisi, anda sudah tidak mampu, serahkan itu ke KPK, begitu dong. Yang penting tegas.
Kalau menurut Bang Buyung kasus ini bukti kuat ada keterlibatan semua orang dan ternyata KPK juga tak mampu menanganinya?
Kalau banyak yang tidak selesai, saya khawatir, permainan pajak semakin bahaya dan parah. Uang miliaran milik rakyat akan habis dimakan oleh koruptor-koruptor dalam pajak ini, dibanding mafia hukum dan mafia pajak. Sekarang ini pendapatan kita Rp 500 triliun setiap tahun, tapi menurut saya, hanya 30 persen saja yang masuk ke kas negara.
Nah, kalau kita bisa bersihkan mafia pajak, ini bisa tiga kali lipat uang masuk ke kas negara.
Kalau semua uang itu bisa masuk akan bisa digunakan untuk kesejahteraan negara. Bisa untuk membangun rumah sakit, gedung sekolah, kesejahteraan rakyat, menangani orang tua jompo. Tapi dari
uang pajak ini ternyata masih bisa ditilep begitu besarnya, sampai berapa puluh tahun, gimana? Ini kan kasus Gayus itu seperti gunung es saja.
Kasus Gayus itu seperti sekrup dari sekrup-sekrup yang begitu banyak dari mafia pajak. Paling tidak, kita masih beruntung ada dia (Gayus) yang mau buka mulut soal ini. Makanya dalam kasus ini, saya sangat marah dengan Denny Indrayana (Sekretaris Satgas Mafia Hukum) mengintimidasi istri Gayus, Milana Anggraeni, dibilang tukang bohong. Isi pembicaraan itu sangat menyimpang, seperti
intimidasi dan
merendahkan martabat orang. Ini tindakan dan sikap tidak layak sebagai pejabat negara di Satgas Mafia Hukum, apalagi sebagai juru bicara Presiden, ini merusak sekali.
(zal/iy)
Sumber : detikNews. /Kamis, 20 Januari 2011