Kamis, 31 Maret 2011 | 04:01 WIB
Jakarta, Kompas - Kepolisian Negara Republik Indonesia masih harus mengecek kebenaran informasi mengenai penangkapan tersangka teroris yang selama ini menjadi buronan polisi,
Umar Patek, di Pakistan. Untuk itu, kepolisian mengirim tim ke Pakistan untuk mendalami kebenaran informasi tersebut.
”Terkait tersangka kasus teror bom yang sedang dicari,
Umar Patek, perlu kita cek dulu kebenaran informasi itu,” kata Kepala Divisi Humas Kepolisian Negara RI (Polri) Inspektur Jenderal Anton Bachrul Alam di Jakarta, Rabu (30/3).
Divisi Hubungan Internasional Polri pun akan melakukan koordinasi dengan pihak Interpol Pakistan. Polri telah mengirim tim untuk mengecek kebenaran informasi tersebut.
Seperti diberitakan kantor berita AP, dengan mengutip sumber intelijen dari Indonesia dan Filipina, Selasa lalu,
Umar Patek diinformasikan telah ditangkap di Pakistan pada awal Maret ini.
Menurut Anton, Polri sebenarnya telah mengetahui informasi penangkapan
Umar Patek. ”Kami sudah tahu dari kemarin-kemarin, tetapi (pers) tidak dikasih tahu,” katanya.
Namun, pengamat intelijen Wawan Purwanto meragukan kebenaran informasi penangkapan
Umar Patek di Pakistan. ”Saya menganggap berita atau informasi itu baru isu karena tersangka yang ditangkap belum teridentifikasi,” katanya.
Wawan mengingatkan, jangan sampai orang yang ditangkap dan disebut-sebut sebagai
Umar Patek hanya memiliki kemiripan dengan buronan polisi yang sebenarnya, yaitu
Umar Patek. Oleh karena itu, perlu proses identifikasi yang akurat dan melibatkan aparat keamanan dari beberapa negara, seperti Filipina dan Indonesia.
Pihak Istana Kepresidenan juga belum mendapatkan laporan terkait dengan kabar tertangkapnya
Umar Patek. Juru Bicara Kepresidenan Julian Aldrin Pasha, Rabu, mengaku belum mendapatkan informasi mengenai hal tersebut. Hal yang sama dikemukakan Staf Khusus Presiden Bidang Hubungan Internasional Teuku Faizasyah. ”Saya belum bisa mengonfirmasi dan belum mendengar,” kata Faizasyah.
Menurut dia, dalam kasus-kasus yang melibatkan terdakwa terorisme, Presiden biasanya mendapatkan laporan dari Kepala Polri atau dari Kepala Badan Intelijen Negara.
Umar Patek, menurut Wawan, diduga terlibat kasus bom Bali I. Setelah kasus bom itu,
Umar Patek kembali ke Moro, Filipina Selatan.
”Dia aktif di Moro dan dilindungi oleh kelompok radikal di Moro,” katanya.
Umar Patek juga pernah ikut berperang di Afganistan dan Pakistan. Ia memiliki keahlian membuat bom, merakit senjata, strategi perang gerilya. (FER/WHY)
Sumber: Kompas.com,/ Kamis 31 Maret 2011
http://internasional.kompas.com/read/2011/03/31/04015689/Umar.Patek.Dilaporkan.Ditangkap
Berita Terkait :
Ekstradisi Umar Patek Hak Pakistan
Kamis, 31 Maret 2011 | 22:05 WIB
Umar Patek. TEMPO/Edi Wahyono
TEMPO Interaktif, Jakarta - Pakar hukum internasional dari Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana mengatakan tidak adanya perjanjian ekstradisi antara Indonesia dan Pakistan, membuat ekstradisi tersangka terorisme Umar Patek menjadi hak Pakistan sepenuhnya."Umar Patek ke Indonesia atau tidak sepenunhnya tergantung Pakistan," ujar Hikmahanto saat dihubungi Tempo, Kamis 31 Maret 2011.
Namun menurut Hikmahanto, dilihat dari kasus terorisme yang dilakukan Umar Patek, Pakistan diperkirakan akan menyerahkan Umar Patek ke Indonesia. "Alasannya karena Pakistan tidak ada kepentingannya dengan Umar Patek dalam kasus terorisme," kata dia.
Ini disebabkan penangkapan Umar Patek di Pakistan tidak terkait terorisme, melainkan kriminal biasa. Selain itu,
locus delictii dugaan kejahatan terorisme Umar Patek pun bukan terjadi di Pakistan, tapi di Indonesia.
Meskipun kemungkinan besar Pakistan akan menyerahkan ke Indonesia, namun Hikmahanto mengkuatirkan keinginan Amerika. Jika Amerika juga menginginkan Umar Patek, dia yakin Pakistan akan lebih menyerahkan Umar Patek ke Amerika ketimbang ke Indonesia.
Keyakinan Hikmahanto didasarkan pada dua alasan. Pertama, ada kedekatan kerjasama antiterorisme yang lebih erat antara Pakistan dan Amerika ketimbang Pakistan dan Indonesia. Amerika berkepentingan terhadap Umar Patek karena dia diyakini turut terlibat dalam kasus WTC 11 September 2001. Bahkan, kata Hikmahanto, demi mendapatkan Umar Patek, di jaman George Bush, Umar Patek dihargai US$ 1 juta.
Selain alasan kedekatan, keyakinan bahwa Pakistan akan lebih menyerahkan ke Amerika juga karena posisi tawar Amerika. "Bagi Pakistan, posisi tawar Amerika jauh lebih kuat daripada Indonesia," ujarnya.
Dengan kondisi seperti di atas, Hikmahanto meminta agar pemerintah Indonesia tetap memperjuangkan agar Umar Patek diadili di Indonesia. Selain karena Umar Patek adalah warga negara Indonesia,
locus delictii dugaan keterlibatan terorisme Umar Patek adalah di Indonesia, yakni kasus Bom Bali I. "Selain itu, kalau dia dibawa ke Amerika, besar kemungkinan hak asasi manusia Umar Patek tidak dihormati," kata dia. Dia merujuk pada kasus Hambali yang hingga kini tidak ada proses hukumnya.
Guna mendapatkan Umar Patek, kata Hikmahanto, pemerintah Indonesia harus intensif meyakinkan pemerintah Pakistan dan Amerika. "Yakinkan pemerintah Pakistan dan Amerika bahwa Umar Patek harus ke Indonesia," katanya. Dalam posisi ini, keberhasilan Indonesia tergantung pada diplomasi yang dijalankan pada pemerintah Pakistan dan Amerika.
AMIRULLAH
Sumber: tempo Interaktif / Kamis 31 Maret 2011
http://www.tempointeraktif.com/hg/hukum/2011/03/31/brk,20110331-324293,id.html
Berita Terkait :
Umar Patek, Si Penembak Jitu dan Peracik Bom Tertangkap?
Rabu, 30 Maret 2011 | 01:06 WIB
TEMPO Interaktif, Jakarta - Umar Patek alias Abdul Ghoni alias Abu Syeikh alias Umar Arab disebut-sebut sebagai alumnus Afganistan sekitar 1990-an. Ia juga pernah berjuang bersama Front Pembebasan Islam Moro (MILF) di Mindanao pada 1995. Tiga tahun berikutnya, Umar menjadi instruktur di kamp militer Jemaah Islamiyah di Hudaibiyah, Filipina.
Umar Patek memiliki tinggi hanya sekitar 160 sentimeter. Ukuran badan Umar Patek inilah yang membuatnya punya nama alias lain, yaitu Umar Kecil.
Pada 2000, pria kelahiran 1970 ini terlibat konflik di Ambon. Namanya mulai menjadi buah bibir pada Bom Bali I pada 12 Oktober 2002 yang menewaskan 202 orang. Umar berperan sebagai peracik dan perangkai bom, memantau kondisi lapangan, menggambar denah lokasi, serta mencocokkan waktu dan tempat.
Setelah Bom Bali I,
Umar bersama
Dulmatin melarikan diri ke Jakarta.
Umar pun hidup berpindah-pindah usai tragedi Bom Bali I.
Pada 2005, Umar Patek dikabarkan membangun basis di Filipina selatan dan memisahkan diri dari jaringan di Indonesia. Informasi itu didapat dari hasil interogasi aparat keamanan Indonesia setelah menginterogasi Abdullah Sunata, salah seorang tersangka terorisme di Indonesia. Hasil interogasi itu kemudian diinformasikan ke aparat keamanan Filipina. Laporan itu bocor ke Associated Press.
Menurut Sunata,
pada 2003 Dulmatin dan Patek telah memutuskan ikatan dengan Kelompok Jemaah Islamiyah yang ada di Indonesia. Hal itu dilakukan karena intensifnya pemburuan terhadap mereka oleh kepolisian Indonesia. "Mereka meyakini, jika terus berhubungan dengan jaringannya di Indonesia, hal itu akan membuat mereka lebih mudah dilacak aparat keamanan Indonesia," demikian antara lain isi laporan itu.
Akibat serangkaian teror yang dibuatnya, Umar Patek dihargai US$ 1 juta oleh Amerika Serikat.
Menurut pengamat intelijen Dynno Chressbon, selain peracik bom, Umar juga merupakan penembak jitu. Senjatanya senapan M-16.
Dynno mengatakan Umar dikenal sebagai eksekutor target utama seperti Presiden RI. Umar pernah merencanakan menembak Megawati Soekarnoputri ketika putri almarhum Soekarno tersebut menjadi presiden.
Mantan anggota Jemaah Islamiyah Nasir Abbas meyakini Umar Patek tidak memiliki jaringan. “Dia tidak memiliki jaringan siapa-siapa. Siapa pun yang membutuhkan bantuan dia pasti dia bantu,” tutur Nasir.
“Dari yang saya kenal, dia lebih senang bersama dengan Moro Islamic Liberation Front (MILF),” kata Nasir.
Pada 2 Maret, Umar Patek dikabarkan tertangkap di Pakistan. Direktur Lembaga Studi Intelijen dan Keamanan Nasional (Siknal) Dynno Chressbon mengatakan, Selasa (29/3), sumbernya menyebutkan aparat keamanan setempat telah menangkap seseorang yang diduga sebagai Umar Patek pada 2 Maret lalu.
TNR| KODRAT SETIAWAN
Berita Terkait
CIA Berperan dalam Penangkapan Umar Patek
Jimmy Hitipeuw | Jimmy Hitipeuw | Kamis, 31 Maret 2011 | 07:41 WIB
The Investigative Team of Bali Bomb
Searah jarun jam, Umar a.k.a. Patek (35), Muhamad Ali Imron a.k.a. Alik (30), Dulmatin a.k.a. Amar Usman alias Muktamar a.k.a. Djoko Supriyanto (32), Umar a.k.a. Wayan (35), Fatih Fat a.k.a. Kudama alias Abu Umar a.k.a. Abdul Azis a.k.a. Heri a.k.a. Imam Samudra (35), dan Idris a.k.a. Jhoni Hendrawan alias Gembrot (35).
TERKAIT:
ISLAMABAD, KOMPAS.com — Badan Intelijen Pusat AS, CIA, membantu menyampaikan informasi rahasia yang mengarah ke penangkapan Umar Patek. Keterangan ini disampaikan oleh beberapa pejabat keamanan Pakistan di Islamabad tanpa menyebutkan secara pasti apakah AS berhak untuk menahan gembong teroris bom Bali I tersebut.
Para pejabat keamanan Pakistan juga tidak membeberkan kapan dan di mana wakil pimpinan Jemaah Islamiyah ini ditahan. Namun, Angkatan Darat Filipina, yang juga memburu Umar Patek, menerangkan, gembong teroris ini diringkus di Pakistan pada 25 Januari tahun ini dengan seorang warga Pakistan yang diduga melindunginya.
Tertangkapnya buronan yang kepalanya dibanderol dengan
hadiah senilai 1 juta dollar AS bagi pemburunya ini diharapkan dapat mengungkapkan tabir di balik keberadaan Jemaah Islamiyah beserta jaringannya di Asia Tenggara. Tertangkapnya Umar Patek juga mengakhiri perburuan aparat keamanan internasional terhadap dirinya selama 10 tahun, sekaligus merupakan prestasi besar dalam upaya global menumpas Al Qaeda dan jaringan teroris lainnya.
Sumber: Kompas.com/kamis, 31 Maret 2011
http://nasional.kompas.com/read/2011/03/31/07412087/CIA.Berperan.dalam.Penangkapan.Umar.Patek